Sabtu, 31 Juli 2010

ilmu hisab = ilmu falak

Pedoman Hisab Muhammadiyah
Dalam khazanah intelektual Islam klasik ilmu hisab sering disebut dengan ilmu falak, miqat, rasd, dan hai'ah. Tak jarang pula disamakan dengan astronomi1 atau "falak ilmi". Namun dalam perjalanannya ilmu hisab hanya mengkaji persoalan-persoalan ibadah, seperti arah kiblat, waktu salat, awal bulan, dan gerhana. Yahya Syami dalam bukunya yang berjudul Ilmu Falak Safhat min at-Turats al-Ilmiy al-Arabiy wa al-Islamiy memetakan sejarah perkembangan ilmu hisab menjadi dua fase, yaitu fase pra-Islam (Mesir Kuno, Mesopotamia, Cina, India, Perancis, dan Yunani) dan fase Islam.2

Fase Islam ditandai dengan proses penerjemahan karya-karya monumental dari bangsa Yunani ke dalam bahasa Arab. Karya-karya bangsa Yunani yang sangat mempengaruhi perkembangan hisab di dunia Islam adalah The Sphere in Movement (Al-Kurrah al-Mutaharrikah) karya Antolycus, Ascentions of The Signs (Matali' al-Buruj) karya Aratus, Introduction to Astronomy (Al-Madhkhal ila Ilmi al-Falak) karya Hipparchus, dan Almagesty karya Ptolomeus.3

Pada saat itu, kitab-kitab tersebut tak hanya diterjemahkan tetapi ditindaklanjuti melalui penelitian-penelitian dan akhirnya menghasilkan teori-teori baru. Dari sini muncul tokoh hisab di kalangan umat Islam yang sangat berpengaruh, yaitu Al-Khwarizmi dengan magnum opusnya Kitab al-Mukhtashar fi Hisab al-Jabr wa al-Muqabalah. Buku ini sangat mempengaruhi pemikiran cendekiawan–cendekiawan Eropa dan kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Latin oleh Robert Chester pada tahun 535 H/ 1140 M dengan judul Liber algebras et almucabala, dan pada tahun 1247 H/ 1831 M diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Frederic Rosen.4

Selain al-Khwarizmi, tokoh-tokoh yang ikut membangun dan mengembangkan ilmu hisab, diantaranya Abu Ma'syar al-Falakiy (w. 272 H/ 885 M) menulis kitab yang berjudul Haiatul Falak, Abu Raihan al-Biruni (363-440 H/973-1048 M) dengan kitabnya Qanun al-Mas'udi, Nasiruddin at-Tusi (598-673 H/1201-1274 M) dengan karya monumentalnya at-Tadzkirah fi 'Ilmi al-Haiah,5 dan Muhammad Turghay Ulughbek (797-853 H/1394-1449 M) yang menyusun Zij Sulthani. Karya-karya monumental tersebut sebagian besar masih berupa manuskrip dan kini tersimpan di Ma'had al-Makhtutat al-'Arabiy Kairo-Mesir.

Di Indonesia ilmu Hisab juga berkembang pesat. Dalam Ensiklopedi Islam Indonesia dinyatakan bahwa ulama yang pertama terkenal sebagai bapak hisab Indonesia adalah Syekh Taher Jalaluddin al-Azhari.6 Selain Syekh Taher Jalaluddin pada masa itu juga ada tokoh-tokoh hisab yang sangat berpengaruh, seperti Syekh Ahmad Khatib Minangkabau,7 Ahmad Rifa'i, 8 dan K.H. Sholeh Darat.9

Selanjutnya perkembangan ilmu hisab di Indonesia dipelopori oleh K.H. Ahmad Dahlan melalui Muhammadiyah. Dalam perjalanannya Muhammadiyah telah berperan aktif dan kreatif dalam mengembangkan ilmu hisab di Indonesia. Sayangnya hingga kini Muhammadiyah belum memiliki pedoman tentang hisab secara komprehensip. Oleh karena itu kehadiran pedoman hisab Muhammadiyah yang bersifat teoritis dan praktis merupakan sebuah keniscayaan.

apakah penggunaan hisab itu syar’i dan apakah sesuai dengan sunnah Nabi saw? Apa dasar yang membenarkan penggunaan hisab itu?

Ada beberapa alasan bagi kebolehan penggunaan hisab, baik dari sudut pandang syar’i maupun dari sudut pandang astronomis (falakiah). Pertama, semangat al-Quran adalah penggunaan hisab. Dalam surat ar-Rahman ayat 5 ditegaskan bahwa matahari dan Bulan beredar dengan hukum yang pasti dan peredarannya itu dapat dihitung. Ayat ini tidak sekedar memberi informasi, tetapi juga mengandung dorongan untuk melakukan perhitungan gerak matahari dan Bulan. Kemudian ayat 5 dari surat Yunus menegaskan bahwa kegunaan perhitungan gerak matahari dan Bulan itu antara lain adalah untuk mengetahui bilangan tahun dan perhitungan waktu. Atas dasar itu Syaikh Syaraf al-Qudah dari Yordania menegaskan, “Pada asasnya perhitungan bulan kamariah itu adalah dengan menggunakan hisab.”

Kalau memang semangat al-Quran adalah hisab, lalu mengapa Nabi saw sendiri menggunakan dan memerintahkan melakukan rukyat? Menurut Muhammad Rasyid Rida dan Mustafa az-Zarqa’, perintah melakukan rukyat itu adalah perintah berilat, maksudnya perintah yang disertai ilat (kausa hukum). Menurut kaidah fikhiah, hukum itu berlaku menurut ada atau tidak adanya ilat. Apabila ada ilatnya, maka hukum diberlakukan dan apabila tidak ada ilatnya, maka hukum tidak berlaku. Ilat perintah rukyat adalah keadaan umat yang ummi (tidak kenal baca tulis dan hisab) pada zaman Nabi saw. Ini ditegaskan dalam hadis riwayat al-Bukhari dan Muslim bahwa Nabi saw bersabda, “Kami adalah umat yang ummi. Kami tidak bisa menulis dan tidak bisa melakukan hisab. Bulan itu adalah demikian. Maksud beliau terkadang 29 hari dan terkadang 30 hari.” Ini artinya bahwa setelah keadaan ummi itu hilang dan umat Islam telah menguasai baca tulis dan pengetahuan hisab, maka rukyat tidak digunakan lagi dan kembali kepada prinsip pokok, yaitu hisab.

Menurut Yusuf al-Qaradawi, rukyat bukan tujuan pada dirinya, melainkan hanyala

h sarana untuk mengetahui masuknya bulan baru. Sebagai sarana, rukyat merupakan sarana yang lemah dan tidak begitu akurat. Hisab yang menggunakan kaidah-kaidah astronomi lebih memberikan kepastian dan akurasi tinggi, serta terhindar dari kemungkinan keliru dan kedustaan. Oleh karena itu, menurut Yusuf al-Qaradawi, apabila kita telah memiliki sarana yang lebih pasti dan akurat, maka mengapa kita harus jumud bertahan dengan suatu sarana yang tidak menjadi tujuan pada dirinya. Ahmad Muhammad Syakir, ahli hadis abad ke-20 dari Mesir yang menurut al-Qaradawi merupakan seorang salafi murni, menegaskan bahwa wajib menggunakan hisab untuk menentukan bulan kamariah dalam semua keadaan, kecuali di tempat di mana tidak ada orang mengetahui hisab.

Kedua, alasan astronomi, bahwa dengan rukyat umat Islam tidak bisa membuat kalender. Dr. Nidhal Qasum, salah seorang penulis, mengeluh karena menurutnya adalah suatu ironi besar bahwa umat Islam hingga hari ini tidak mempunyai sistem penanggalan terpadu yang jelas, padahal 6000 tahun lampau di kalangan bangsa Sumeria telah terdapat suatu sistem kalender yang terstruktur dengan baik. Menurut Prof. Dr. Idris Ibn Sari, Ketua Asosiasi Astronomi Maroko, ketiadaan kalender Islam terpadu hingga hari ini disebabkan oleh kuatnya umat Islam berpegang kepada faham rukyat sehingga tidak dapat membuat suatu sistem penanggalan yang akurat dan kuat. Haruslah diakui bahwa rukyat tidak dapat meramal tanggal jauh ke depan, karena tanggal baru bisa diketahui dengan metode rukyat pada h-1.

Ketiga, rukyat tidak dapat menyatukan awal bulan Islam secara global. Sebaliknya rukyat memaksa umat Islam untuk berbeda memulai awal bulan kamariah termasuk bulan-bulan ibadah. Hal itu adalah karena rukyat terbatas jangkauannya. Rukyat pada visibilitas pertama tidak dapat mengkaver seluruh muka bumi, sehingga pada hari yang sama ada muka bumi yang telah merukyat dan ada muka bumi yang belum dapat merukyat. Akibatnya adalah bahwa yang telah berhasil merukyat akan memulai bulan baru pada malam itu dan keesokan harinya, dan bagian muka bumi yang belum dapat merukyat akan menggenapkan bulan berjalan dan memulai bulan baru lusa, sehingga terjadilah perbedaan memulai tanggal.





Ragaan 1 memperlihat keadaan rukyat Syawal 1404 H pada hari Jumat tanggal 29 Juni 1984. Daerah dalam garis lengkung adalah kawasan yang dapat melihat hilal Syawal 1404 H pada hari Jumat sore 29 Juni 1984. Ini berati bahwa kawasan tersebut (sebagian besar benua Amerika dan satu kawasan kecil di Afrika) memasuki 1 Syawal 1404 pada hari Sabtu 30 Juni 1984. Sedangkan kawasan di luar garis lengkung yang meliputi Eropa, Asia, Australia dan Afrika kecuali satu kawasan kecil di pantai barat, memasuki 1 syawal 1404 lusa, yaitu hari Ahad 1 Juli 1984 karena kawasan itu belum dapat merukyat pada hari Jumat sore sehingga harus menggenapkan Ramadan 30 hari. [Catatan: menag tahun 1984 mengumumkan Idulfitri 1404 H jatuh hari Sabtu 39 Juni 1984 atas dasar laporan rukyat dari beberapa tempat (tinggi Bulan 2º s/d 2,5º). Thomas Djamaluddin mengeliminir rukyat ini dan menganggapnya tidak akurat, para perukyat terkicuh oleh obyek-onyek bumi atau angkasa].

Selain itu rukyat secara normal hanya dapat dilakukan dari kawasan yang terletak 60º ke utara dan ke selatan dari garis khatulistiwa. Kawasan pada garis lingtang tinggi (di atas 60º) akan terlambat dapat melihat hilal. Bahkan pada kawasan Lingkaran Artika dan Lingkaran Antartika pada musim dingin Bulan hanya terlihat pada saat telah besar.

Lingkaran Artika adalah kawasan di atas garis lintang utara 66º 33’ 39” untuk tahun 2009, dan Lingkaran Antartika adalah kawasan di atas garis lintang selatan. Kawasan itu adalah kawasan yang mengalami malam terus menerus selama musim dingin dan siang terus menerus selama musim panas. Lama malam dan siang pada musim-musim tersebut tergantung jaraknya ke kutub. Semakin dekat ke kutub semakin lama malam dan siang terus menerusnya. Di kutub sendiri malam dan siang terus menerus mencapai 6 bulan. Pada musim dingin itu matahari berada di bawah ufuk. Oleh karena itu Bulan ketika melintasi garis konjungsi berada dekat matahari dan karena itu juga tidak muncul ke atas ufuk, kecuali setelah amat jauh dari garis konjungsi, yaitu saat Bulan itu sudah sangat besar. Oleh karena itu rukyat tidak bisa dipedomani karena munculnya Bulan yang tidak normal.

Keempat, jangkauan rukyat terbatas, di mana hanya bisa diberlakukan ke arah timur sejauh maksimal 9 atau 10 jam. Orang di sebelah timur tidak mungkin untuk menunggu rukyat di kawasan sebelah barat yang jaraknya lebih dari 10 jam. Jadi orang Indonesia tidak mungkin menanti terjadinya rukyat di New York (selisih waktu 12 jam) karena ketika di New York rukyat terjadi sekitar pukul 06:00 sore misalnya, di Indonesia sudah pukul 06:00 pagi. Jadi rukyat tidak dapat menyatukan awal bulan kamariah di seluruh dunia.

Kelima, rukyat tidak memungkinkan orang di seluruh dunia untuk melakukan puasa Arafah pada hari yang sama. Apabila di Mekah pada suatu sore rukyat telah berhasil dilakukan, sementara di Indonesia belum dapat dilakukan, maka akibatnya terjadi perbedaan memasuki bulan Zulhijah dan akibatnya terjadi perbedaan jatuhnya tanggal 9 Zulhijah sehingga terjadi perbedaan atau permasakahan mengenai pelaksanaan puasa Arafah.

Oleh karena itu dalam upaya dunia Islam saat ini untuk menyatukan penanggalan Hijriah internasional, rukyat telah ditinggalkan. Ini tercermin dalam keputusan “Temu Pakar II untuk Pengkajian Perumusan Kalender Islam (Second Experts’ Meeting for the Study of Establishment of Islamic Calendar)” yang diselenggarakan oleh ISESCO di Rabat 15-16 Oktober 2008 yang berbunyi:

Kedua, Masalah Penggunaan Hisab: Para peserta telah menyepakati bahwa pemecahan problematika penetapan bulan kamariah di kalangan umat Islam tidak mungkin dilakukan kecuali berdasarkan penerimaan terhadap hisab dalam menetapkan awal bulan kamariah, seperti halnya penggunaan hisab untuk menentukan waktu-waktu salat, dan menyepakati pula bahwa penggunaan hisab itu adalah untuk penolakan rukyat dan sekaligus penetapannya.

Pada saat ini ISESCO (Islamic Educational, Scientific and Cultural Organization), suatu lembaga OKI (Organisasi Konferensi Islam) sedang melakukan uji validitas empat usulan kalender Islam terpadu berdasarkan prinsip hisab guna menyatukan sistem penanggalan hijriah di seluruh dunia. Uji validitas dilakukan untuk 90 tahun ke depan hingga tahun 2100.

Selasa, 27 Juli 2010

NADOMAN NURUL HIKMAH, DARAS 30 (bagian 2)

NADOMAN NURUL HIKMAH, DARAS 30 (bagian 2)

15. SAKARATNA JELEMA ANU KAPIR KACIDA PIKAWATIREUNANA (:79/1) - rhs, 17 Jumadilahir 1428 H

Sakaratna jalma kapir, estuning ku matak watir,ku Ijroil digebugan, anu kapir diteunggeulan.
Digebugan sahabekna, sangkan ka luar nyawana, nyawana mugen embungeun, sieun dikanarakakeun.
Si nyawa didudut tarik, nyawa teh ngajerit ceurik, tingkoceak sosongkolan, sakaratna nu teu iman.
Naha atuh maneh kapir, teu inget engke di ahir, bakal pinanggih jeung maot, dipapag malakal maot.
Sanajan ampun-ampunan, enggeus euweuh kasempetan, tobatna geus elat teuing, naha baheula teu eling.
Tarima bae buktina, sabab teu iman teu takwa, marukan teh bakal lana, langgeng rek hirup di dunya.
Na naon nu diteangan, ngumbar napsu tetemenan, terang-terang geus lekasan, malakalmaot nungguan.
16. MAOTNA JELEMA ANU MU’MIN MAH ESTU PASRAH PISAN (:79/2,3,4) - rhs, 17 Jumadilahir 1428 H
Ijroil diutus deui, nampi pancen ti Ilahi,

pikeun nyabut deui nyawa, nyawana jalma nu takwa.
Ijroil nyanggakeun salam, panghormat ka mu’min Islam,

sang nyawa teh digentraan, seug ka luar lalaunan.
Sang Nyawa lajeng dibetot, ditarik malakal maot,

ditarikna lalaunan, teu pegat maca wiridan.
Ngageleser ngagulusur, lungsur-langsar narik umur,

teu pisan karaos nyeri, pupus iklas rido ati.
Malaikat nu sanesna, lalebet ka salirana,

nyabutan roh nu sanesna, tina sel-sel salirana.
Malaikat nu sanesna, jajap nyawa ka sawarga,

nyawa nu iman nu takwa, pupusna bagja kacida.
Muga teuing diri urang, lamun engke kedah mulang,

lamun geus cunduk waktuna, datang ajal geus mangsana.
Hoyong maot iman takwa, iklas ngaleupaskeun nyawa,

maot nuju muslim mu’min, ngadeuheus Robul a’lamin.
17. SADAYA MALAIKAT PADA KAGUNGAN PANCEN TI ALLOH SWT (:79/5,6,7) - rhs, Jumadilahir 1428 H
Malaikat sadayana, pada kagungan tugasna,

sadaya jadi utusan, kenging pancen ti Pangeran.
Ari tugas malaikat, ngajaga sareng ngarumat,

ngatur sagebarna jagat, henteu aya nu kaliwat.
Bentang-bentang nu di langit, tingcarelak tingkaretip,

panonpoe sareng bulan, sadaya tumut aturan.
Tapi dina hiji mangsa, ngadadak sajagat raya,

ancur lebur pabalatak, dunya bencar paburantak.
Dunya sakitu wedelna, harita ancur sadaya,

eta teh kiamat tea, bakal bukti hiji mangsa.
18. JELEMA ANU GEUS MARAOT BAKAL DIHIRUPKEUN DEUI DINA POE PANGADILAN (:79/8,9,10,11,12,13,14) - rhs, 17 Jumadilahir 1428 H
Dupi poe pangadilan, eta bakal dicirian,

aya tangara soara, nu disebut sangkakala.
Sangkakala nu kadua, sorana tarik kacida,

nu maot harudang deui, ka luar ti jero bumi.
Kabeh manusa degdegan, hatena teh gegebegan,

pikir ketir sieun pisan, mikiran nasib sorangan.
Silih rangkul jeung baturna silih tanya jeung sobatna,

euleuh geuning hirup deui, padahal geus maot lami.
Geus tangtu urang cilaka, da hirup pinuh ku dosa,

rugi teuing diri urang, cilaka henteu kapalang.
Sakabeh umat careurik, rajeg di sagara keusik,

narangtung luhur tegalan, nu legana tan wangenan.
Eta poe pangadilan, bakal nampi kaputusan,

saha anu ka sawarga, jeung saha nu ka naraka.
19. NABI MUSA AS. DIPIWARANG NEPANGAN FIR’AON (:79/15,16,17,18,19,20) - rhs, Jumadilahir 1428 H
Kacarios Nabi Musa, harita linggih di Thuwa,

munajat ka lenggah Gusti, kenging dawuh ti Ilahi.
Pidawuh Alloh Ta’ala, katampi ku Nabi Musa,

yen kedah angkat ka Mesir, nepangan Fir’aon kapir.
Raja Fir’aon kamashur, kaasup raja nu kupur,

galak gangas ngagalaksak, di dunya ngan nyieun ruksak.
Sugan mun ku Nabi Musa, Fir’aon robah adatna,

tina kapir jadi takwa, nyembah ka Alloh Ta’ala.
Lajeng bae Nabi Musa, ngajugjug ka Mesir tea,

maksadna bade nepangan, Fir’aon rek dielingan.
Mun Fir’aon daek eling, ku Musa bakal diaping,

dituyun ka jalan iman, nyembah ka Alloh Nu Heman.
Malah Kangjeng Nabi Musa,ningalikeun muji’zatna,

tapi Fir’aon mantangul,bedegong keukeuh ngabedul.
20. FIR’AON NGANGGAP DIRINA JADI PANGERAN (:79/21,22,23,24,25,26) - rhs, 18 Jumadilahir 1428 H
Dasar Fir’aon nu kapir, hese diajakan lilir,

napsuna angger ngaberung, dasar kapir jalma linglung.
Malah jadi malik ngewa, miceuceub ka Nabi Musa,

pajar sarapna kaganggu, ngaku-ngaku meunang wahyu.
Dikumpulkeun rahayatna, pok Fir’aon teh nyarita,

pangeranna Nabi Musa, eta teh bohong kacida.
Pangeran mah nya kaula, nu disembah sanagara,

Fir’aon anu ngawasa, kitu Fir’aon ngomongna.
Gusti Alloh lajeng bendu, ka mahluk nu model kitu,

anu sombong gede hulu, bakal dila’nat geus tangtu.
Di dunya bakal dila’nat, komo engke di aherat,

kisah Fir’aon baheula, pieunteungeun sarerea.
21. KAAGUNGANANA ALLOH SWT (:79/27,28,29,30,31,32,33) - rhs, 18 Jumadilahir 1428 H
Dangukeun ieu nadoman, sumangga geura lenyepan,

kaagungan Gusti Alloh, estu hebat subhan-Alloh.
Kanggo Alloh mah teu sesah, nyipta manusa sakumna,

kanggo Alloh mah teu sesah, nyiptakeun sajagat raya.
Alloh mah maha-keresa, teu langkung sakeresa-Na,

dunya ngadadak ngagelar, bumi alam lega ngampar.
Geura sumangga tingali, geura titenan ti wengi,

ngadadak poek meredong, leumpang oge rarang-rorong.
Tapi upama ti siang, panonpoe ngempray caang,

sadaya ciptaan Gusti, dibeberes teu pahili.
Lajeng tina sela taneuh, ngadadak taneuh teh baseuh,

malancer cai nyusuna, ngalocor walunganana.
Tina taneuh anu tadi, renung jujukutan jadi,

hejo ngemploh pepelakan, karembangan baruahan.
Tuh tingali itu pasir, ngajajar pating jalegir,

tuh tingali itu gunung, ngabedega jararangkung.
Sadaya ciptaan Alloh, hebatna teh subhan-Alloh,

sadaya pikeun manusa, matak kudu iman takwa.
22. ARI GEUS DATANG KIAMAT KAKARA MANUSA TEH ARELING (:79/34,35,36,37,38,39) - rhs, 18 Jumadilahir 1428 H
Ras emut dinten kiamat, kajadian anu hebat,

ancur lebur alam dunya, kitu deui jagat raya.
Kakara jelema eling, kiamat harita geuning,

datangna ngadadak pisan, tinggaroak jejeritan.
Ras inget kana dosana, dosa nu dipilampahna,

teu lila lawang dibuka, lawang asup ka naraka.
Naraka keur jalma kapir, anu hirupna mubadir,

anu muja kana harta, sarua muja berhala.
Geuning ari kapir tea, rek saha bae jalmana,

anu hirupna pidunya, eta teh kapir sipatna.
Tah jelema anu kitu, ka naraka enggeus tangtu,

bakal jadi balad setan, di naraka pangancikan.
23. SAWARGA TEH PIKEUN JELEMA ANU IMAN TAKWA (:79/40,41) - rhs, 18 Jumadilahir 1428 H
Bagja temen jalma takwa, iman ka Alloh Ta’ala,

anu teu kendat wiridan, nyebat asmaning Pangeran.
Bagja temen jalma mu’min, anu iman hakul yakin,

nu mampuh ngajaga diri, hirupna boga kadali.
Mampuh ngadalian napsu, hirupna henteu kalangsu,

napsu lahir napsu batin, kadalina takwa mu’min.
Jalma anu iman takwa, bakal lenggah di sawarga,

dirahmat ku Nu Kawasa, bagja teuing ahli sorga.
24. IRAHA-IRAHANA KAJADIAN KIAMAT ANU UNINGA ANGING ALLOH SWT (:79/42,43,44,45) - rhs, 18 Jumadilahir 1428 H
Ayeuna oge sok aya, pirajeunan tunyu-tanya,

kiamat iraha bukti, naha beurang naha wengi.
Mun aya nu nanya kitu, pek jawab anu saestu,

kiamat iraha bukti, mung Alloh anu tingali.
Urang mah mung ukur mahluk, saukur tumut jeung tunduk,

ngan ukur ngajadi saksi, kiamat datangna pasti.
Kawajiban diri urang, ibadah peuting jeung beurang,

sumujud ka Gusti Alloh, miharep ridoning Alloh.
Urang mah ukur ngelingan, ngahudangkeun kasadaran,

yen kiamat pasti bukti, kaalaman hiji wanci.
25. URANG HIRUP DI DUNYA TEH HENTEU LAMI (:79/46) - rhs, 18 Jumadilahir 1428 H
Dangukeun ieu sing hidmat, nami surat An-Naziaat,

ayat opatpuluh genep, lenyepan mangka saregep.
Nalika kiamat datang, duka ti peuting ti beurang,

manusa kakara sadar, yen hirup mubah kalantar.
Hanjakal kakara eling, waktuna geus elat teuing,

enggeus beakeun waktuna, nutup lawang pangampura.
Katambah waktu harita, karasa ku sarerea,

di dunya asa can lila, kakara sakedet netra.
Hirup teh asa can lami, asa kakara kamari,

malah asa karek tadi, kitu rarasaan jalmi.
Terang-terang enggeus ahir, dunya eureun henteu muntir,

ancur lebur jagat raya, kiamat teh nya harita.
TAMAT - NADOMAN NURUL HIKMAH, Tina Surat AN-NAZIAAT

NADOMAN NURUL HIKMAH, DARAS 30 (bagian 1)

NADOMAN NURUL HIKMAH, DARAS 30 (bagian 1)

Ka Alloh abdi nyalindung, tina panggodana setan.

Kalayan asma Nu Agung, Alloh Anu Welas Asih.

- ALLOH -

1. KIAMAT TEH TANGTOS BAKAL KAJADIAN (:78/1,2,3,4,5) - rhs, 29 Jumadilawal 1424 H
Assalamu’alaikum, ka muslimin wal muslimat,

asalamu’alaikum, ka mu’minin wal mu’minat.
Seja nyanggakeun nadoman, sumberna ayat Al-Qur’an,

juz anu ka tilupuluh, mugia jadi pituduh.
An-Naba’ nami suratna, tujuhdalapan nomerna,

dupi nu jadi ayatna, kahiji dugi kalima,
Anu kapir teu percaya, yen kiamat bakal aya,

pajar ukur nyingsieunan,nu kapir teh seuseurian,
Padahal kiamat pasti, bakal cunduk hiji wanci,

nu uninga mung Ilahi, manusa mah moal ngarti.
Mun kiamat enggeus cunduk, nu kapir bati ngaheruk,

kakara sadar jeung eling, elingna geus elat teuing,
Nu mawi yeuh kanca mitra, urang teh wajib percaya,

engke dina hiji mangsa, kiamat pasti cundukna.
Ti ayeuna urang tobat, samemeh dongkap kiamat,

mugi Alloh ngahampura, kana samudaya dosa.
2. ALLOH SWT ANU NYIPTA BUMI ALAM (:78/6,7) - rhs, 30 Jumadilawal 1424 H
Nadoman surat An Naba’, sareng nu jadi ayatna,

ayat genep sareng tujuh, eusina ngandung pituduh.
Alloh Anu Maha Agung, Nu Kawasa sakalangkung,

nyipta bumi saeusina, sadaya damelana-Na.
Ngagelar jadi daratan, sinareng ngaplak lautan,

gunung-gunungna ngajega, eta teh jadi paseukna.
Jeung parentul pasir-pasir, pagunungan tingjalegir,

eta teh pikeun patokna, nyaimbangkeun ieu dunya.
Kitu agungna Pangeran, anu nyipta bumi alam,

urang wajib takwa iman, ka Alloh Nu Maha Heman.
3. ALLOH SWT ANU NYIPTA MAHLUK (:78/8,9) - rhs, 1 Jumadilahir 1424 H
Dangukeun ieu nadoman, kahaturkeun patarosan,

saha anu nyipta urang, nyipta wengi sareng siang.
Sumangga geura diwaler, sangkan manah urang leler,

tambih panceg kaimanan, keur ngandelan kayakinan.
Saha anu nyipta urang, ngahaja dipasang-pasang,

aya pameget jeung istri, nu engkena laki-rabi.
Sareng saha nu mepende, urang teh tiasa sare,

ngalenggut raos nundutan, kulem tibra nanakeran.
Cik mangga geura waleran, sumangga geura lenyepan,

mahaakbarna Pangeran, Maha Welas Maha Heman.
4. RAHMAT SARENG NI’MAT TI ALLOH SWT (:78/10,11) - rhs, 2 Jumadilahir 1428 H
Sumangga geura lenyepan, eusina ieu nadoman,

welas asihna Pangeran, seueurna tanpa wilangan.
Mangsa magrib layung ngempur, palih kulon hurung mancur,

langit lir disipun emas, matak hebat matak waas,
Poek mimiti ngalingkup, indung peuting geus ngarukup,

dur magrib muadzin adzan, sorana antare pisan.
nu sholat enggal sarumping, di disarung nu disamping,

ka mushola nu ka tajug, ka masjid pada ngajugjug.
Ya Alloh ku ni’mat pisan, sujud payuneun Pangeran,

nampi nuhun ka Ilahi, anu maparin rejeki.
Henteu lami tengah peuting, nu kulem tibra ngajempling,

dikirna marengan nafas, tibra kulrem bari iklas.
Ya Alloh Ilahi Robbi, jog anjog wanci janari,

anu kulem gugah sakedap, solat tahajud teu hilap.
Tengah wengi sujud sukur, ka Alloh Nu Maha Gofur,

sujud tobat ka Pangeran, hoyong lubar kalepatan.
Ya Alloh Ilahi Robbi, nu tahajud sujud lami,

cisocana teh nyakclakan, sajadahna kabaseuhan.
Sujudna teuing ku husu, dikir sajeoring kalbu,

pertobatna iklas pisan, miharep rido Pangeran.
Aya anu kulem deui, nampi ni’mat ti Ilahi,

henteu lami adan subuh, gugah deui rada rusuh.
Siram beberesih diri, abdas ku cai nu suci,

solat subuh di mushola, berjamaah sadayana.
Teu lami dunya bray caang, panon poe hurung herang,

sadaya pada mariang, nu tatanen anu dagang.
Usaha nyiar kipayah, da eta jadi tarekah,

ihtiar nyiar rejeki, paparin Ilahi Robbi.
5. RAHMAT SARENG NI’MAT PAMAPARIN ALLOH SWT (:78/12,13,14,15,16) - rhs, 3 Jumadilahir 1428 H
Ieu wargi sadayana, sumangga dangukeun heula,

ieu nadom kahaturkeun, dangukeuneun lenyepaneun.
Sumangga tingali langit, wedel mo bisa disebit,

langit nyusun tujuh lapis, ku urang henteu katawis.
Euleuh itu panonpoe, medal unggal-unggal poe,

ti wetan surya bijilna, di kulon engke surupna.
Panonpoe palitana, nyaangan saalam dunya,

jadi cekas titingalan, dunya ngampar endah pisan.
Henteu lami aya mega, kumalayang di angkasa,

langit ngadak-ngadak mendung, pihujaneun enggeus mayung.
Teu lami hujan miripis, murupuy hujan girimis,

paralak hujan ngerepan, nyebor darat jeung tegalan,
Geus kitu breng tutuwuhan, jararadi subur pisan,

ngemploh hejo titingalan, nu daunan nu kembangan.
Tutuwuhan subur pisan, henteu lami baruahan,

cukul pisan pepelakan, patani barungah pisan.
Kitu asihna Pangeran, ka mahlukna mikaheman,

nu mawi kedah sukuran, nampi ni’mat ageung pisan.
6. ANU DISEBUT POE FASHLI TEH NYAETA POE CUNDUKNA KIAMAT (:78/17,18,19) - rhs, 10 Jumadilahir 1428 H
Nu disebut poe Fashli, eta teh teu aya deui,

iwal ti poe kiamat, poe wawales teu lepat.
Lajeng ditiup sangkala, kiamat dadak sakala,

sadaya mhluk palastra, pada ngaleupaskeun nyawa.
Panto langit nembrak muka, sareng kabeh nyawa jalma,

lumebet ka eta panto, panto langit nu molongo.
Poe Fashli bakal cunduk, bakal maot sugri mahluk,

sadayana tilar dunya, kiamat teh nya harita.
7. ALAM DUNYA ANCUR LEBUR (:78/20) - rhs, 10 Jumadilahir, 1428 H
Ari dintenan kiamat, estu kajadian hebat,

dunya genjlong gunjang-ganjing, ngarandeg henteu nguriling.
Gunung gunung tingbaliur, rabeng haliber kalabur,

tingsoloyong tingkoleang, tingbelesat ngawang- ngawang.
Gunung-gunung teh baritu, sawareh pada diadu,

henteu aya anu nyesa, alam dunya jadi rata.
Anu nyesa kari lebu, ngebul di dieu di ditu,

alam dunya ririakan, hawa panas nyongkab pisan.
8. ANU KAPIR DIASUPKEUN KA NARAKA (:78/21,22,23) - rhs, 10 Jumadilahir 1428 H
Poe Fashli poe ahir, cilaka jalma nu kapir,

nyawana teh matak watir, sabab hirupna mubadir.
Ka naraka disuntrungkeun, seuneu panas disampakkeun,

sabab keur hirup di dunya, ka Alloh teu iman takwa.
Di narakana teh langgeng, abadi saendeng-endeng,

panto naraka ditutup, panasna moal kauntup.
Nu kapir disiksa beurat, langgeng keuna ku pangla’nat,

cilaka estu cilaka, nu kapir bakal disiksa.
9. KAAYAAN ANU KAPIR DI JERO NARAKA (:78/24,25) - rhs, 10 Jumadilahir 1428 H
Lamun bae urang terang, anu kapir keur dipanggang,

dikulub jero naraka, estuning watir kacaida.
Maot henteu hirup henteu, diduruk jeroning seuneu,

halahab hanaang pisan, hayang nginum kapanasan.
Nu aya cai ngagolak, panas pacampur jeung ruhak,

bau bangke matak utah, da pacampur reujeung nanah.
Kitu gambaran naraka, nu matak urang sadaya,

kudu iman kudu takwa, ka Alloh Nu Maha Esa.
10. WAWALES KA JELEMA ANU KAPIR TEH SAIMBANG JEUNG DOSANA (:78/26,27,28,29,30) - rhs, 13 Jumadilahir 1428 H
Dangukeun ieu nadoman, pikeun jadi paringetan,

saha nu nolak Al-Qur’an, tangtuna kenging siksaan.
Komo anu nyebut palsu, kana Al-Qur’an teu ngaku,

Al-Qur’an disebut dongeng, nu kitu dosa singhoreng.
Ari siksa nu katampa, saimbang reujeung dosana,

moal langkung moal kirang, siksaan bakal saimbang.
11. JELEMA TAKWA KA ALLOH SWT BAKAL KA SAWARGA (:78/31,32,33,34,35,36) - rhs, 13 Jumadilahir 1428 H
Bagja teuing nu muslimin, keur muslim teh sarta mu’min,

jaga bakal ka sawarga, sabab iman sarta takwa.
Sawarga teuing ku endah, patempatan matak betah,

seueur kembang seueur buah, estu matak tumaninah.
Buah anggur ruruntuyan, cukul sakur kekebonan,

gelas kristal nu harerang, ngaleueut lamun hana’ang.
Dijaga ku mojang geulis, lalucu sarta maranis,

di sawarga matak betah, teu aya pisan kasusah.
Sawarga teh keur ganjaran, ka jelema anu iman,

Alloh Anu Maha Heman, ka mahlukna anu iman.
12. ALLOH SWT ANU MAHA KERESA (:78/37,38) - rhs, 13 Jumadilahir 1428 H
Gusti Alloh Nu Kawasa, Gusti Alloh Maha Esa,

Pangeranna jagat raya, nu disembah ku mahlukna.
Dina dintenan kiamat, jaga di alam aherat,

taya nu wani unjukan, iwal mun widi Pangeran.
Malaikat nu ngajajar, sadaya wirid istigfar,

mun ku Alloh dipariksa, unjukan satarabasna.
13. POE KIAMAT TEH BAKAL KAJADIAN (:78/39) - rhs, 13 Jumadilahir 1428 H
Eling-eling yeuh baraya, dangukeun ku sadayana,

nadoman penting kacida, matak kudu iman takwa.
Ari perkara naraka, eta teh pasti ayana,

kahade ulah cangcaya, urang wajib percayana.
Lamun hayang ka sawarga, atuh kudu iman takwa,

nyembah ka Alloh Nu Esa, ulah nyembah ka berhala.
14. DINA POE KIAMAT AMAL IBADAH TEH SADAYANA NEMBRAK (:78/40) - rhs, 13 Jumadilahir 1428 H
Ieuh dulur sadayana, dangukeun nadoman heula,

eusina penting kacida, pamungkas surat An-Naba’.
Ari kiamat teh pasti, bakal cunduk hiji wanci,

nembrak gawe unggal jalmi, sakabehna ge kaciri.
Tah harita kajadian, anu kapir gogoakan,

amal gawe kabandungan, nembrak kabeh kasaksian.
Leungeunna kabeh nyarita, naon nu dipigawena,

anggota badan lianna, jadi saksi ka dirina.
Anu kapir teh careurik, hanjakal keur hirup musrik,

mending keneh jadi lebu, moal ngalaman hanjelu.
Jadi taneuh mah teu nista, da tara milampah dosa,

jadi manusa mah nista, da bongan milampah dosa.
TAMAT - NADOMAN NURUL HIKMAH, Tina Surat AN- NABA’

NADOMAN NURUL HIKMAH, DARAS I (bagian 8)

NADOMAN NURUL HIKMAH, DARAS I (bagian 8)

71. KUDU SABAR (:2/127) - rhs, 4 Syawal 1421 H
Upama gaduh kahayang, ulah osok rurusuhan,

kudu bari sabar diri, kudu tartib ati-ati.
Contona ngadegkeun Ka’bah, ku Ibrahim di baladah,

ngentepkeun batu teh nungtut, ku leukeun mah nya ngawujud.
Mun keur migawe garapan, kudu sabar dileukeunan,

bari muntang ka Ilahi, gawe teh jadi pangbakti.
72. MUJI KA ALLOH SWT (:2/128) - rhs, 4 Syawal 1421 H
Sanaos Ibrahim nabi, henteu pegat muja-muji,

neneda ka Maha Suci, miharep asihing Gusti.
Atuh diri urang oge, sami kedah kitu oge,

boh keur diuk boh keur sare, ngadua isuk jeung sore.
Upami aya kabingung, pok unjukkeun ka Nu Agung,

nunuhun kenging papayung, ka Alloh neda pitulung.
Upami kenging kasusah, ulah aral bari luh-lah,

unjukkeun ka Maha Agung, Mantenna tinangtos nulung.
73. NGAMUTOLAAH AL-QUR’AN (:2/129) - rhs, 4 Syawal 1421 H
Nabi urang sadayana, Nabi Muhamad nu mulya,

tos mulih ka rohmatullloh, di pendemna di Raudoh.
Nya Nabi Muhammad pisan, anu ngeceskeun Al-Qur’an,

pituduh ka unggal insan, dumugi ka ahir jaman.
Qur’an sareng sunah Nabi, eta panuyun sajati,

pigeusaneun unggal jalmi, muru hirup anu suci.
Sanaos nabi geus pupus, ngulik Qur’an kedah terus,

aya Qur’an jeung Sunahna, leukeun ngamutola’ahna.
74. NU MULYA NABI IBRAHIM (:2/130,131) - rhs, 4 Syawal 1421 H
Nabi Ibrahim kapungkur, jadi karuhun luluhur,

anu diagemna Islam, dumugi ka ahir jaman.
Jadi imamna di dunya, jadi sungapan agama,

kadeudeuh Alloh Ta’ala, awahing ku iman takwa.
Kedal ucap pangakuan, Mung Alloh Nu Murbeng Alam,

sumembah mung ka Mantenna, iman ka Alloh Ta’ala.
75. AGAMA ISLAM (:2/132,133,134) - rhs, 4 Syawal 1421 H
Kacida pisan bagjana, upamana hirup di dunya,

Islam anu diagemna, agama rido Mantenna.
Kacida pisan rugina, mun maot can iman takwa,

matak enggal-enggal takwa, bisi kaburu palastra.
Nabi Ibrahim nu muslim, amanat ka urang yakin,

yeuh anak incu Ibrahim, tong maot mun acan muslim.
Nabi Yaqub oge sami, amanat ka nu pandeuri,

sumembah teh mung ka Alloh, tur to’at ka Rosululloh.
Eta amanat mantenna, keur ka urang sarerea,

da urang turunanana, tanggung jawab pribadina.
76. ULAH NGABEDA-BEDA UTUSAN ALLOH SWT (:2/135,136) - rhs, 4 Syawal 1421 H
Kahade dulur baraya, ulah rek ngabeda-beda,

ka para utusan Alloh, sadaya ge rosul Alloh.
Nu beda ukur alamna, jeung beda-beda umatna,

pada nyandak kalamulloh, pada nyandak kitabulloh.
Unggal rosul unggal nabi, pada kenging pancen suci,

saluyu sareng jamanna, pikeun nulungan umatna.
Ari mungguh pikeun urang, nu gelar alam kiwari,

Muhammad panutan urang, utusan Ilahi Robbi.
Sadaya iman ka Alloh, percanten ka Rosululloh,

tuduh jalan tina Qur’an, nu diagem Iman Islam.
77. ALAM DUNYA NU ENDAH (:2/137,138,139) - rhs, 4 Syawal 1421 H
Ciptaan Alloh Ta’ala, kalintang pisan endahna,

endah teu aya tandingna, tan wilangan pulas warna,
Dicelup ku kanyaahna, dipulas ku kaasihna,

sadayana ngandung ma’na, kaagungan Nu Kawasa.
Sabudeurna bumi langit, estu asri endah wingit,

ti siang atra kasawang, ti wengi baranang bentang.
Tutuwuhan kekembangan, warna-warna endah pisan,

kumelendang sasatoan, rupi-rupi lengkep pisan.
Upami urang nengetan, diciptana kaendahan,

lajengna teh dilenyepan, bakal tambih kaimanan.
Alam dunya ngampar lega, dicipta pikeun manusa,

urang teh kedah sukuran, nampi kaheman Pangeran.
Tadabur alam teh penting, bade beurang bade peuting,

Sangkan urang jadi eling, pikir urang dzikir nyaring.
Kanggo naon pacogregan, kanggo naon pasendatan,

marebutkeun bebenran, mending ge urang sukuran.
78. TANGGUNGJAWAB MASING-MASING (:2/140,141) - rhs, 4 Syawal 1421 H, 17.30
Ahirna mungguh manusa, tanggungjawab ka dirina,

masing-masing pada-pada, naranggel amal gawena.
Ngan ukur silih elingan, ngan ukur silih ingetan,

muga-muga susuganan, daraek tarakwa iman.
Kumaha bagjaning diri, jeung kumaha ceuk pribadi,

da moal robah nasibna, mun teu robah pribadina.
Mugia Alloh Ta’ala, maparinkeun hidayah-Na,

ka urang ka sarerea, sangkan pageuh iman takwa.
Mugi paparin pituduh, sangkan hirup tong kalebuh,

di dunya kenging nugraha, di aherat ka sawarga.
Ya Alloh Pangeran abdi, pancegkeun iman sim abdi,

teguhkeun ibadah abdi, hirup maot kersa Gusti.
Mugi mu’minin mu’minat, sadayana kenging ni’mat,

ginulur kurnia rahmat, di dunya sareng aherat.
Ya Alloh Malikul Alam, mugi panceg iman Islam,

mugia amal ditampi, tawis pangbakti sim abdi.
TAMAT - NADOMAN NURUL HIKMAH, DARAS 1

NADOMAN NURUL HIKMAH, DARAS I (bagian 7)

NADOMAN NURUL HIKMAH, DARAS I (bagian 7)

61. NURUL HIKMAH (:2/115) - rhs, 4 Syawal 1421 H
Sapanjang nyanghareup ngulon, ngetan deui ngetan deui,

sapanjang nyanghareup ngidul, ngaler deui ngaler deui,
Madhab opat sagemblengna, jagat raya sagebarna,

kagungan Alloh Ta’ala, kalimpudan iradah-Na.
Rahmat kurnia Mantenna, ngalingkupan jagat raya,

jembar teu aya watesna, Alloh Nu Maha Uninga.
Sabudeurna puter jagat, estu kalampud kalampat,

kacebor ku rahmat ni’mat, ti Alloh Nu Maha Ha’at.
62. BASA GEUS BEAKEUN KECAP (:2/116,117) - rhs, 4 Syawal 1421 H
Basa beakeun kecapna, kecap beakeun hartina,

harti beakeun rasana, rasa beakeun imanna.
Keur narjamahkeun imanna, bari geus suda rasana,

rasa geus taya hartina, harti kecapna geus musna.
Ahirna asal nyarita, ku basa nu teu biasa,

ngukur Dzat Maha Kawasa, ku basa keur ka manusa.
Dzat Nu Agung mah teu ruhun, cekap dawuh

Kun Faya Kun,

sadaya estu kasuhun, teu langkung dawuh Nu Agung.
63. JELEMA ANU ADIGUNG (:2/118) - rhs, 4 Syawal 1421 H
Sakapeung aya nu mikir, cenah pamikir mutahir,

ngomongna nyanyahoan, nganaha-naha Pangeran,
Naha teu lungsur muji’zat, sapa’at sareng karomat,

naha teu ngadawuh langsung, jalma kitu teh adigung.
Baheula oge geus aya, ngomongna kitu sarua,

nu kitu sombong kacida, asa heueuh pangpinterna.
Mikir kitu eta musrik, keur kapir teh tambah syirik,

marukan lempeng mikirna, padahal eces sasabna.
64. NURUL HIKMAH (:2/119) - rhs, 4 Syawal 1421 H
Muhammad putra Abdulloh, eces jelas Rosululloh,

ari wawakil sanesna, eta teh pan urang tea.
Jadi urang sadayana, wajib ngawawarkeun warta,

warta gumbira utama, pikeun ka umat manusa.
Pancen urang sadayana, ngajak eling ka sasama,

ngeunaan ahli naraka, napsi-napsi pada-pada.
65. ULAH KABENGBAT (:2/120) - rhs, 4 Syawal 1421 H
Omat kudu taki-taki, ulah rek kabengbat ati,

ku nu ngajak pindah iman, ku rupa-rupa alesan.
Urang sing boga kawani, pikeun nolak panceg ati,

ka nu ngarolo ngajakan, ngajak-ngajak pindah iman.
Pek kedalkeun pangka panceg, iman ka Alloh geus panteg,

kaimanan mangka panceg, ulah waswas rundag-randeg.
Nu pundah-pinah ageman, komo mun geus ngagem Islam,

eta tanda ipis iman, Alloh moal nangtayungan.
66. NGADERES AL-QUR’AN (:2/121,122) - rhs, 4 Syawal 1421 H
Ti wengi nu sepi jempling, aya gerendeng nu wening,

horeng nuju ngaos Qur’an, dideresna lalaunan.
Waktu ngagayuh ka subuh, ngaderes Qur’an teu rusuh,

sorana halimpu pisan, ayat suci dlenyepan.
Nalika bade manceran, aya anu ngaos Qur’an,

ngagerendeng lalaunan, Al-Qur’an ditapakuran.
Dur lohor gerendeng deui, nu maos Al-Qur’an suci,

dawuhan Ilahi Robbi, teu kalangkung ungal wanci.
Surya condong ka beh kulon, nu ngaos sorana halon,

asar ahir tereh lingsir, ngaos Qur’an tengtrem pikir.
Magrib nu ngalingkup cunduk, anu ngaos brek sumujud,

kedal lisan maos Qur’an, ka Gusti Alloh unjukkan.
Rongheap geus mangsa Isa, ngaderes sabisa-bisa,

ngaos Qur’an husu pisan, pidawuhNa dilenyepan.
Kiamullail brek sumujud, sumegruk bari tahajud,

ka Alloh sumerah diri, mugia tobat ditampi.
67. ULAH SARAKAH (:2/123) - rhs, 4 Syawal 1421 H
Kenging hirup hese cape, dug tinetek unggal poe,

kukumpul dunya barana, harta banda salobana.
Dipilampah kabeh cara, dapon laksana maksudna,

sarakah taya eureunna, asa rek lana di dunya.
Tambah mabok ku jabatan, ngeukeuweuk kakawasaan,

hayang jadi pangunggulna, marukan lana di dunya.
Leuheung mun inget ahirna, mieling ka aheratna,

yen ditimbang sagalana, boh dosa boh pahalana.
68. NABI IBRAHIM IMAM SADUNYA (:2/124) - rhs, 4 Syawal 1421 H
Nyonto ka Nabi Ibrahim, mantenna muslim nu mu’min,

sadaya parentah Gusti, ditumutkeun panceg ati.
Sadaya parentah Alloh, ditumutkeun insya-Alloh,

teu aya anu dipungpang, henteu hamham teu hariwang.
Cocobi ti Maha Suci, ditampi ku sabar ati,

sadaya rupi ujian, ku Ibrahim dipayunan,
Nu mawi ku Gusti Alloh, Ibrahim teh Rosulloh,

kalintang dipiasih-Na, janten imamna manusa.
Muga urang sadayana, nyonto ka Ibrahim mulya,

dina mayunan cocoba, tetep sadrah panceg takwa.
69. BAITULLOH (:2/125) - rhs, 4 Syawal 1421 H
Tempat suci Baitullloh, pikeun sumujud ka Alloh,

Ka’bah Mekah Mukarommah, puseur anu aribadah,
Titilar Nabi Ibrahim, nabi kongas mu’min muslim,

dianggo keur tempat solat, ka Alloh sumembah to’at.
Baheula di lebet Ka’bah, seueur berhala disembah,

Ibrahim sareng Ismail, ngabasmi arca nu batil.
Baitulloh pikeun towaf, atanapi keur itikaf,

Baitullloh kedah Suci, tempat madep ka Ilahi,
Baitulloh dina dada, sami kedah dijaraga,

Qolbu keur itikaf ruhi, kedah dipiara suci.
70. KUDU NGADU’A (:2/126) - rhs, 4 Syawal 1421 H
Mangkahade ulah hilap, upami nuju iti’kaf,

atawa nuju ngadu’a, ulah pegat nya neneda,
Kahade ulah rek hilap, ngadu’a teh henteu cekap,

ukur keur sasoranganeun, bangsa oge pek dungakeun.
Dicontokeun ku Ibrahim, mundut ka Robbul Alamin,

Mekah sareng pangeusina, ma’mur mu’min padumukna.

NADOMAN NURUL HIKMAH, DARAS I (bagian 6)

NADOMAN NURUL HIKMAH, DARAS I (bagian 6)

51. WAKTU KEDAH DIANGGO IBADAH (:2/94,95,96) - rhs, 4 Syawal 1421 H
Seueur pisan nu nga’dua, hayang paranjang umurna,

Padahal mun henteu taqwa, panjang umur teh teu guna.
Panjang umur sadi siksa, lamun seug salah ngeusina,

Panjang umur teu mangpa’at, lamun henteu daek solat.
Panjang umur bari iman, eta kurnia pangeran,

Waktu dipake ibadah, umurna ge pinuh berekah.
Panjang umur eta bagja, lamun dibarengan takwa,

Hirup teh gede gunana, lamun seug bisa ngaturna.
52. AL-QUR’AN (:2/97,98,99,100,101) - rhs, 4 Syawal 1421 H
AL-Qur’an pidawuh Alloh, nu ngancik di Rosululloh,

dititiskeun malaikat, Jibril mancegkeun amanat.
Al-Qur’an eta bewara, sangkan manusa gumbira,

ayat-ayat eces tembres, tuduh hirup beres roes.
Tapi sawarehna jalma, kana Qur’an teu percaya,

api lain tur cangcaya, nu kitu jalma cilaka.
53. ULAH NGULIK ELMU SIHIR (:2/102,103) - rhs, 4 Syawal 1421 H
Dina jaman ahir-ahir, loba nu ngarulik sihir,

elmu teluh elmu tenung, dijugjug najan ka gunung.
Jaman Nabi Sulaeman, aya malekat duaan,

ngajarkeun tenung jeung sihir, Harut Marut ahli sihir.
Ngulik sihir rugi pisan, nimbulkeun kamudorotan,

dirina teh ditukeuran, kana harga hina pisan.
Elmu sihir teh ujian, pikeun nguji kaimanan,

naha pageuh iman takwa, ka Alloh Nu Maha Esa.
Loba jalma nu teu kuat, ku elmu sihir kabengbat,

cilaka dunya aherat, ku Alloh bakal dila’nat.
54. KUDU HADE BASA (:2/104,105) - rhs, 4 Syawal 1421 H
Kudu bisa hade basa, nerapkeun dina pernahna,

sabab lamun salah basa, balukarna teh pohara.
Basa teh gambaran rasa, rasa teh rasa manusa,

manusa teu bisa basa, sok mindeng manggih cilaka.
Jalma mah hade ku omong, goreng oge tina omong,

mun ngomong ulah sabongbrong, ulah sombong gede bohong.
55. MANUSA MAH KAWATESANAN (:2/106,107,108) - rhs, 4 Syawal 1421 H
Saeusining jagat raya, anu nyumput anu nyata,

di dunya di aheratna, sadaya ciptaana-Na.
Nyipta teu langkung Mantenna, ngamansuh kuma Mantenna,

ngawujudkeun sakersaNa, ngilangkeun ge sakersaNa.
Akal jalma kawatesan, nya kitu oge pikiran,

heureut paningalna jalma, kawatesan kanyahona.
Mungguh Iradah Pangeran, jembarna teh tan wangenan,

nu kanggungan karajaan, sagebarna bumi alam.
56. ULAH KAOLO (:2/109) - rhs, 4 Syawal 1421 H
Kade andika kabandang, tina Islam jadi nyimpang,

diolo dibibitaan, sangkan pecat kaimanan.
Lamun adika kaolo, atuh geus tetela bodo,

nu matak sing ati-ati, ngajaga diri pribadi.
Lamun urang lemah iman, gampang kaolo kagendam,

Leeh ku dibibitaan, padahal geus iman Islam,
Lamun kairut ku batur, iman Islam jadi luntur,

atuh hirup teh ngalantur, kaburu asup ka kubur.
57. PAGEUH JANGJI (:2/110) - rhs, 4 Syawal 1421 H
Kapan geus janggji na ati, geus paheut pageuh pasini,

seja bakti ka Ilahi, ka Alloh Nu Maha Suci,
Geus niat rek solat husu, ka Alloh sujud mituhu,

kade ulah lanca-lanci, ngalanggar jangji pasini.
Solat fardu eta kudu, solat sunah teh ibadah,

reujeung ulah poho jakat, eta teh gawe maslahat.
Sagala gawe pribadi, rek nu nembrak rek nu buni,

hasilna ge keur pribadi, tur ku Alloh katingali.
58. ULAH TAKABUR (:2/111,112) - rhs, 4 Syawal 1421 H
Kaasup jalma nu riya, ujub takabur kacida,

wani nyebutkeun dirina, nu bakal asup sawarga.
Sabab anu ka sawarga, ngan jalma nu iman takwa,

migawe amal ibadah, ka Gusti Alloh sumerah,
Panceg iman henteu hamham, pengkuh pageuh iman Islam,

ari perkawis sawarga, eta teu langkung Mantenna.
59. ULAH ASA PANGBENERNA (:2/113) - rhs, 4 Syawal 1421 H
Ku urang oge kasaksi, Yahudi sareng Nasrani,

pareheng parebut catur, bener aing henteu batur,
Silih unggulkeun kitabna, silih hina agamana,

pada reueus ku dirina, asa anu panghebatna.
Padahal mung Nu Kawasa, Hakim Nu Maha Uninga,

nu bakal mutus perkara, nu dijieun parasea.
Mending oge runtut akur, akur jeung batur salembur,

tibatan ibur jeung guyur, matak pecoh reujeung dulur.
60. ALESAN JIJIEUNAN (:2/114) - rhs, 4 Syawal 1421 H
Boa tereh ahir jaman, pedah jaman pangwangunan,

loba nu nyieun alesan, alesan kamalinaan.
Aya masjid dibongkaran, pedah cenah ngahalangan,

henteu luyu jeung rancangan, pasalia jeung aturan.
Sanggeus masjid jadi rata, ngawangunna leuwih lila,

mulan-malen karek nyata, teu merenah kitu peta.
Hatena mah gegebegan, teu kendat ngan rerenjagan,

terus nyarieun alesan, nutupan kateutengreman.

NADOMAN NURUL HIKMAH, DARAS I (bagian 5)

NADOMAN NURUL HIKMAH, DARAS I (bagian 5)

41. PERBAWANA DUNYA (:2/67,68,69,70) - rhs, 3 Syawal 1421 H
Perbawa haliah dunya, mindengna mah sok kacida,

marageuhan bebeneran, asa bener ceuk sorangan.
Dugi ka dawuh Ilahi, dirugal-rigel pribadi,

ngahaja ditarekahan, sangkan teu karurugian.
Nyieun rupaning alesan, ngahaja dipalikiran,

dawuh Alloh diakalan, sangkan jadi kauntungan.
Saperti urang Yahudi, awahing nyaah ku sapi,

api-api nu teu ngarti, kana dawuhan Ilahi.
Nu kitu munapek pasti, saperti urang Yahudi,

bakal dibendon ku Gusti, Alloh mah Maha Tingali.
42. LEUWIH TI CADAS TEUASNA (:2/71,72,73,74) - rhs, 3 Syawal 1421 H
Sadaya nu kajadian, nu nembrak nu dibunian,

sadaya ge kauninga, ku Allah Azza Wa Jalla.
Tapi mungguhing manusa, estuning hese kacida,

teuas lir batu hatena, leuwih ti cadas teuasna.
Mugi bae Anu Agung, Maha Asih sakalangkung,

hate nu teuas lir cadas, sina leyur mangka bangblas.
Tina cadas anu teuas, sing ngocor cai ngagenyas,

Alloh mah da Maha Welas, ka mahlukna mikawelas.
43. ULAH TUTURUTI (:2/75,76,77,78) - rhs, 3 Syawal 1421 H
Kade ulah tuturuti, bari urang tacan ngarti,

percaya ka saha boa, nu ngabuih cacarita.
Ayat pidawuh Pangeran, dirarobah ku sorangan,

bari manehna ge terang, yen laku kitu dilarang.
Matak kudu leukeun pisan, eusi Qur’an pek lenyepan,

ulah rek bodo balilu, ka batur ngan ula-ilu,
Ngan ngareungeu dongeng batur, teu diayak teu diukur,

ngan ukur dikira-kira, nu kitu matak cilaka.
44. ULAH NYARITAKEUN ANU URANG HENTEU TERANG (:2/79,80,81,82) - rhs, 3 Syawal 1421 H
Kungsi aya kajadian, akon-akon mokahaan,

ngarang tulisan sorangan, pajar teh kenging Pangeran.
Nu kitu kaleuleuwihi, ngaleuwihan dawuh Gusti,

tinangtu bakal balai, di narakana abadi.
Tong micatur nu can sidik, lamun urang tacan telik,

tong mastikeun nu can terang, nu kitu nyanyahoanan.
Diri ulah kalimpudan, ku dosa jeung kasalahan,

muga-muga mu’min iman, kenging ridoning Pangeran.
45. ULAH NYEMBAH BERHALA (:2/83) - rhs, 3 Syawal 1421 H
Omat-omat ulah salah, ka Alloh urang sumembah,

ulah nyembah ka berhala, eta dilarang kacida.
Ka sepuh kedah ngahormat, ngajenan hormat tilawat,

sopan santun sareh soleh, ka sasama teh darehdeh.
Nu yatim jeung nu pahatu, kudu ditulung dibantu,

ka jalma anu malarat, kudu heman kudu ha’at.
Nyarita jeung tatakrama, lemes budi hade basa,

hablum minanas teh penting, silaturahmi nu wening.
46. ADATNA JELEMA KAPIR (:2/84,85,86) - rhs, 3 Syawal 1421 H
Ari adat anu kapir, reujeung dulur silih usir,

jeung baraya mumusuhan, ku Pangeran dibenduan.
Komo jeung wani maehan, ka barayana sorangan,

nyieun hukum ceuk sorangan, eta teh dilarang pisan.
Kaasup nyanyahoanan, liwat wates kaleuwihan,

pajar teh geus ngaku iman, tapi ayat dipilihan.
Lamun hirupna geus nista, geus komo di aheratna,

disiksa langgeng kacida, abadi di narakana.
Bodona katotoloyoh, ngayun napsu tambah jojoh,

meuli dunya ku aherat, nu kitu meunang pangla’nat.
47. TAKABUR SIPAT ANU AWON (:2/87,88) - rhs, 4 Syawal 1421 H
Takabur teh sipat awon, ku Alloh bakal dibendon,

nu takabur sarta sombong, biasana gede bohong.
Padahal kabeh kabisa, sanes urang anu boga,

titipan ti Nu Kawasa, urang mah ngan ukur darma,
Upami kabisa urang, ku Mantenna sina ilang,

naon nu dipake sombong, teu pantes urang bedegong.
48. ULAH ARAL SUBAHA (:2/89,90,91) - rhs, 4 Syawal 1421 H
Sering pisan kajadian, lamun gaduh pamaksudan,

seug beda tina ciptaan, tumuwuh kahanjakalan.
Sering pisan kaalaman, kahayang beda buktina,

bororaah rek sukuran, malah mah aral subaha.
Sering pisan kabuktian, harepan jeung kanyataan,

patonggong-tonggong buktina, loba anu ngarasula.
Padahal boa engkena, sagala anu tumiba,

malah alus balukarna, da tangtu aya hikmahna.
49. IMAN KANA AL-QUR’AN (:2/91) - rhs, 4 Syawal 1421 H
Al-Qur’an teh kitabulloh, pidawuh ti Gusti Alloh,

pikeun mahlukna nu iman, iman takwa ka Pangeran.
Tapi lamun dielingan, andika kalah nembalan,

kana Qur’an moal iman, rek mageuhan cecekelan.
Kuma lamun nu baheula, loba kasalahanana,

naha tetep dipiara, atuh nya rugi ngaranna.
Cecekelan nu baheula, dipageuhan nu pohara,

padahal dawuh Pangeran, kudu iman kana Qur’an.
Al-Qur’an kitab pamungkas, ulah hamham ulah waswas,

ngalelempeng nu ti heula, kitabullah nu baheula
50. PANGARUH HARTA BANDA (:2/92,93) - rhs, 4 Syawal 1421 H
Ari pangaruhna harta, estu kacida bahlana,

lamun teu bisa makena, sarta teu nyaho watesna.
Kawas umat Nabi Musa, pangna nyarembah berhala,

sapi emas berhalana, sabab muhit kana dunya.
Kitu oge sabalikna, nu ngagugulukeun dunya,

sami jeung nyembah berhala, harta anu disembahna.
Atuh jadi jalma bodo, linglung ngadak-ngadak poho,

lir ibarat nyembah sato, ku harta banda kaolo,

NADOMAN NURUL HIKMAH, DARAS I (bagian 4)

NADOMAN NURUL HIKMAH, DARAS I (bagian 4)

31. ULAH NURUTAN JELEMA ANU DOLIM (:2/51,52) - rhs, 1 Syawal 1421 H
Nu dolim tong diturutan, baheula geus kaalaman,

umat jaman Nabi Musa, nyarembah arca berhala.
Padahal geus dielingan, ku Nabi Musa utusan,

dina Toret geus diserat, Alloh maparin amanat.
Urang ge jaman ayeuna, kade ulah kitu peta,

gawe ngumpul-ngumpul harta, harta dijieun berhala.
Mun rumaos nyorang lepat, atuh kedah gancang tobat,

da Alloh mah Maha Heman, ngahapunten kalepatan.
32. KITABULLOH TEH KISAH ANU NYATA (:2/53,54) - rhs, 3 Syawal 1421 H
Sadayana kitabulloh, eta teh wahyu ti Alloh,

tur sanes dongeng carita, nanging kisah anu nyata.
Kitabulloh kisah nyata, urang wajib percantenna,

sanes dongeng jijieunan, nanging firman ti Pangeran.
Sadaya pikeun pepeling, sangkan manusa areling,

ulah dolim k aniaya, bisi cilaka dirina.
Kudu buru-buru tobat, bisi kaburu sakarat,

Alloh bakal nampi tobat, asal tobatna tong elat.
33. ULAH SOK ASAL NYARITA (:2/55,56) - rhs, 3 Syawal 1421 H
Ayeuna ge seueur pisan, anu nyarita su’aban,

hayang ningali Pangeran, nu kitu teh sombong pisan.
Jelema nu sombong kitu, eta teh nu gede hulu,

geus kacontoan baheula, jaman umat Nabi Musa.
Ulah sok asal nyarita, rasa maneh geus utama,

padahal iman di doja, ku napsu tong kaperdaya.
Asal ngomong eta ingkar, bilih ku gelap dibentar,

upami Alloh teu heman, tangtu moal dihirupan.
34. ANU DOLIM TEH SAENYANA DIRINA PRIBADI (:2/57) - rhs, 3 Syawal 1421 H
Panas dinten tengah poe, meujeuhna pisan tangange,

panasna entak-entakan, sagara keusik umpalan.
Titingalan ririakan, hawa teh lir seuseuneuan,

panas teu aya tandingna, di tengah gurun Sahara.
Lajeng ku Alloh Nu Heman, mega ngalayang ngiuhan,

ka umatna Nabi Musa, iuh dipayungan mega.
Dilungsurkeun keur leueuteun, manna bilih halabhabeun,

dilungsurkeun oge salwa, daging puyuh keur tuangna.
Alloh kalintang asihna, ka umatna anu takwa,

nu dolim mah nya dirina, Alloh mah teu kaniaya.
35. BAITUL MAQDIS (:2/58,59) - rhs, 3 Syawal 1421 H
Baetul Maqdis tetela, tempat suci nu utama,

di Palestina pernahna, patilasan Nabi Musa.
Bani Isroil harita, keur alamna Nabi Musa,

lebet ka Baitul Maqdis, bari sumegruk narangis.
Lebetna ka lawang kori, sumegruk bari ngageuri,

neda pertobat ka Gusti, neda hampura haksami.
Alloh kalintang asihna, ka jalma hade lampahna,

bakal diwuwuh kurnia, Alloh kalintang welasna.
Ngan wungkul jalma cilaka, nu mengparkeun parentah-Na,

nu kitu fasik ngaranna, bakalna kenging tunggara.
36. MUJIZATNA NABI MUSA AS (:2/60) - rhs, 3 Syawal 1421 H
Menggahing kanggo Alloh mah, teu aya nu matak sesah,

sadayana oge gampil, teu aya barang mustahil.
Mujizatna Nabi Musa, iteuk anu dicepengna,

seug dianggo meupeuh batu, cur cor malancer nyinyusu.
Duawelas kokocoran, duawelas keur sungapan,

duawelas seler bangsa, geus puguh bageanana.
Kitu asihna Ilahi, nu maparinan rejeki,

nu matak kudu sukuran, ulah nyieun karuksakan.
37. ULAH SARAKAH (:2/61) - rhs, Syawal 1421 H
Nya kitu diri urang ge, mindeng tara sabar hate,

sarakah loba kahayang, itu hayang ieu hayang.
Saperti umatna Musa, padahal sarwa sadia,

tedaeun nu ti sawarga, aya salwa aya manna.
Hayoh hayang anu beda, dicipta diaya-aya,

pamenta kaleuleuwihi, teu nampi kana rejeki.
Ka jelema nu sarakah, kahayang sarwa awuntah,

ku Alloh teh dibenduan, da tara daek sukuran.
38. KEDAH IMAN KA ALLOH SWT (:2/62) - rhs, 3 Syawal 1421 H
Sakur jelema nu iman, anu iman ka Pangeran,

nu iman ka Gusti Alloh, dipirido Gusti Alloh.
Bade Yahudi Nasrani, kaom Shabi’in ge sami,

asal iman ka Ilahi, tangtos diganjar ku Gusti.
Sadaya jalma nu iman, moal waswas moal hamham,

tengtrem ayem tumaninah, hirupna pinuh berekah.
Ka sadaya umat muslim, boh Nasoro boh Shabiin,

asal leres-leres mu’min, Alloh mah Gofururrohim.
39. YA ALLOH MUGIA ABDI DIJAGI (:2/63,64) - rhs, 3 Syawal 1421 H
Mugi pangampura Gusti, lumungsur ka abdi-abdi,

bilih abdi jalir jangji, udar subaya pasini.
Nalika di alam Qadim, abdi kedal jangji yakin,

nyembah teh mung ka Ilahi, ka Alloh Robbul Izzati.
Mugia abdi dijagi, ulah jalir tina jangji,

abdi teh kalintang risi, hirup abdi sieun rugi.
Mun henteu diasih Gusti, hirup abdi tangtos rugi,

cilaka dunya aherat, pegat rahmat sareng ni’mat,
Ya Alloh Ilahi Robbi, neda pangjaring ti Gusti,

jisim abdi estu gimir, sieun hirup jadi kapir.
40. ANU DISUPATA KU ALLOH SWT (:2/65,66) - rhs, 3 Syawal 1421 H
Jaman alam Nabi Musa, umatna milampah dosa,

dinten Sabbat ibadahna, tapi dirempak umatna.
Poe Sabbat anu suci, nu dimulyakeun Yahudi,

umatna lain ibadah, kalah terus bae mijah.
Lajeng disupata Gusti, jadi kunyuk monyet pasti,

sabab tingkah laku kitu, kawas sato nu geus tangtu.
Kapan mungguh ari kunyuk, teu sopan teu ruak-riuk,

enggeus leungit kaerana, ngagugulukeun napsuna.
Tina ieu kajadian, muga jadi palajaran,

keur umat anu pandeuri, ulah nurutan Yahudi.

NADOMAN NURUL HIKMAH, DARAS I (bagian 3)

NADOMAN NURUL HIKMAH, DARAS I (bagian 3)

21. MANUSA DIPAPARINAN AKAL (:2/31,32,33,34) - rhs, 3 Syawal 1421 H
Manusa unggul darajat, dibanding jeung malaikat,

margi ku Kersa Ilahi, dipaparinan pangarti.
Dipaparinan katerang, apal ngaran barang-barang,

malaikat mah teu terang, kana ngaran barang-barang.
Eta unggulna manusa, dipaparin pangabisa,

ku Alloh Maha Kawasa, Hakim Maha Wijaksana.
Alloh Nu Maha Uninga, kana rasiahna jalma,

nu kedal mangrupi lisan, boh nu buni disimbutan.
22. KASARAKAHAN MANUSA (:2/35) - rhs, 3 Syawal 1421 H
Kasarakahna manusa, awitna ti Adam heula,

disarengan ku garwana, nyaeta ku Siti Hawa.
Padahal Alloh midawuh, ka Adam - Hawa sarawuh,

yen ulah rek wani-wani, ngadeukeutan tangkal kholdi.
Anu ngarempak aturan, eta jalma dolim pisan,

nu teu nurut ka parentah, eta teh geus tangtu salah.
Sarakah teh sipat jalma, nya kitu Adam jeung Hawa,

katambah diolo setan, sangkan ngarempak larangan.
23. KUDU DAEK CAPE HEULA (:2/36,37) - rhs, 3 Syawal 1421 H
Adam jeung Hawa lat lali, nararuang buah kholdi,

harita breh katingali, salirana henteu buni.
Atuh isin sakalangkung, buligir henteu disarung,

enggal ngala dangdaunan, dianggo pikeun nutupan.
Lajeng Alloh teh ngadawuh, ayeuna mah uah-iuh,

Adam jeung Hawa ditundung, kenging bebendu Yang Agung.
Ka dunya kedah ngumbara, jeung bakal panggih gumbira,

tapi kudu cape heula, tepi kana hiji mangsa.
Urang nu hirup ayeuna, turunan Adam jeung Hawa,

Mun hirup embung sangsara, kudu cape gawe heula.
Urang oge bani Adam, nu hirup di ieu alam,

kudu ngarandapan cape, nya eta kudu digawe.
Alloh nampi pertobatna, tobatna Adam jeung Hawa

Alloh Maha ngahampura, ka sadaya dosa jalma.
Urang oge atuh sami, kedah tobat ka Ilahi,

tangtosna ge dihampura, da Alloh Heman kacida.
24. KUDU DILENYEPAN (:2/38,39) - rhs, 3 Syawal 1421 H
Yeuh sakabeh Bani Adam, urang teh geus didawuhan,

bakal aya dawuh Suci, pituduh Ilahi Robbi.
Urang mah pan gaduh Al-Qur’an, eta pikeun tuduh jalan.

nya alhmadulillah pisan, kenging ni’mat ti Pangeran.
Eusi Al-Qur’an lenyepan, pituduh nu lempeng pisan,

tuduh jalan kaimanan, sangkan henteu sasab jalan.
Nu mawi sing ati-ati, tong nyeceleh ayat Suci,

bilih dibendon ku Gusti, di narakana abadi.
25. ULAH JALIR JANGJI (:2/40,41) - rhs, 3 Syawal 1421 H
Lamun urang gaduh jangji, ka sasama pada jalmi,

komo jangji ka Ilahi, kudu dicumponan pasti.
Mungguh pidawuh Pangeran, Al-Qur’an moal nyalahan,

moal papalimpang eusi, da puguh dawuh Nu Suci.
Kade ulah wani-wani, nukar-nukeur ayat suci,

mokaha nyanyahoanan, eta teh dilarang pisan.
Nukar-nukeur ayat suci, marukan teu matak rugi,

hayang untung leuleutikan, bakal dibendon Pangeran.
26. TUKANG TIPU (:2/42) - rhs, 3 Syawal 1421 H
Aya sawarehna jalmi, nu mokaha wani-wani,

maksudna mah embung rugi, hayang untung anu pasti.
Nyampur aduk sakarepna, nu halal jeung nu haramna,

hak batur ge digerejud, hawek tukang kakad-kukud.
Hak batur ulah digasab, kitu lampah eta sasab,

moal jamuga nya diri, cilaka anu geus pasti.
Kitu laku estu salah, lampah kitu kudu cegah,

hak batur ulah direbut, nu kitu teh goreng patut.
27. SOLAT TIHANGNA AGAMA (:2/43,44) - rhs, 3 Syawal 1421 H
Solat wajib anu lima, kade kudu dipiara,

eta tihangna agama, tandaning jelema takwa.
Mayar jakat ulah elat, sabab eta teh amanat,

tandana jelema to’at, ku Alloh bakal dirahmat.
Hayu geura sujud ruku, ka Alloh madep mituhu,

bareng jeung jalma nu iman, nu sumujud ka Pangeran.
Kapan maraca Al-Qur’an, naha henteu dilenyepan,

geura ku andika pikir, nu matak sing mindeng dzikir.
28. LOBA ALESAN (:2/45,46) - rhs, 3 Syawal 1421 H
Puguh mah kantenan pisan, sabar teh ku abot pisan,

sok mehmehan kawalahan, rek sabar teh sesah pisan.
Rek solat kaleked pisan, mindengna hoream pisan,

ku rupa-rupa alesan, padahal ngan jijieunan.
Padahal ku kasabaran, eta teh keur mere jalan,

keur ngungkulan pasualan, kasabaran teh nulungan,
Solat oge kitu sami, bakal nulungan ka jalmi,

kitu pidawuh Pangeran, solat jeung sabar lakonan.
Mangka husu hakul yakin, percaya lahir jeung batin,

yen urang di hiji wanci, bakal mulang ka Nu Suci,
29. KEDAH SUKURAN (:2/47,48) - rhs, 3 Syawal 1421 H
Ari mungguhing manusa, sok hilap kana asalna,

yen hirup di alam dunya, kapurba Maha Kawasa.
Henteu kendat kenging ni’mat, tur kenging kurnia rohmat,

punjul ti mahluk nu lian, tapi sok hilap sukuran.
Nu mawi kedah iatna, salira kedah diraksa,

diri pribadi dijaga, bisa pinanggih cilaka.
Napsi-napsi pada-pada, nanggung amal ibadahna,

moal aya nu nulungan, ngan ditanggel ku sorangan.
30. KISAH ANU BIHARI (:2/49,50) - rhs, 3 Syawal 1421 H
Mung Alloh anu nulungan, ka umatna anu iman,

urang omat ulah lali, kana kisah nu bihari.
Keur Israel ditulungan, ku Alloh ditangtayungan,

tina kejemna Fir’aon, anu ku Alloh dibendon.
Israel harita jangji, bakal takwa ka Ilahi,

tapi kalah jalir jangji, nyembah arca anak sapi.
Boa urang ge ayeuna, aludar tina subaya,

nyarembah kana berhala, mangeran ka harta banda.
Tapi lamun enggal sadar, yen kitu laku teh ingkar,

enggal neda pangampura, Alloh Maha Wijaksana.

NADOMAN NURUL HIKMAH, DARAS I (bagian 2)

NADOMAN NURUL HIKMAH, DARAS I (bagian 2)

11. CAHAYA KILAT SAJORELAT (:2/19) - rhs, 2 Syawal 1421 H
Pareng leumpang tengah peuting, poek mongkleng sepi jempling,

ngadadak baranyay kilat, serab kilat sajorelat.
Jelebet sorana tarik, dunya eundeur rek tibalik,

tinggorowok tingkoceak, asa kiamat ngadadak.
Gelap dor-dar tingjelegur, dunya asa arek lebur,

nu munapek tingjarerit, sieun maot jadi mayit.
Careurik aluk-alukan, anak bojo dicalukan,

tapi taya nu nembalan, hayang salamet sorangan.
Kitu misil nu munapek, leumpang ngatog di nu poek,

uyup-ayap rungah-ringeuh, hatena tagiwur riweuh.
Nu munapek lolong hate, teu apal goreng jeung hade,

cilaka estu cilaka, nu munapek ka naraka.
Alloh Nu Maha Ngamurba, ngamurba ka sadayana,

sadaya mahluk Mantenna, Alloh Nu Maha Kawasa.
12. ULAH WASWAS (:2/20) - rhs, 2 Syawal 1421 H
Anu hatena ngolembar, waswas hamham tara sabar,

caang pikir sagebrayan, gancang leumpang rurusuhan.
Reup deui poek meredong, utag-atog rarang-rorong,

jen ngajentul mandeg mayong, paningalna jadi lolong.
Lolong teh lolong batinna, torek teh torek rasana,

musna rasa manusana, nu kitu kapir ngaranna.
Nu matak ulah rek hamham, sabab matak ipis iman,

ulah waswas ragu-ragu, mandeg mayong mundur maju.
13. ULAH SALAH NYEMBAH (:2/21) - rhs, 2 Syawal 1421 H
Eling-eling dulur kuring, sing bisa ngaping ngajaring,

sangkan urang tetep eling, ka Alloh Nu Maha Wening.
Ka Alloh urang sumembah, sumembah iklas tur sadrah,

kade ulah salah nyembah, mung ka Alloh urang nyembah.
Kapan urang diciptakeun, ku Mantenna digelarkeun,

sami jeung anu baheula, nu gelar leuwih ti heula.
Sumujud kedah ka Alloh, wiridan ku asma Alloh,

muntang manteng mung ka Alloh, Maha Suci Gusti Alloh.
14. MATAK WAAS (:2/22) - rhs, 2 Syawal 1421 H
Ya Alloh Nu Maha Akbar, estu waas matak kelar,

ningal daratan nu ngampar, alam dunya nu ngagelar.
Ret neuteup ka awang-awang, megana pating kalayang,

langit teu aya tungtungna, endah temen kasawangna.
Ti siang ngempray caraang, titingalan awas lenglang,

ti wengi bentang baranang, cahaya bulan gumiwang.
Teu lami hujan miripis, ti langit hujan girimis,

hujan rohmat ti Pangeran, Mantenna Nu Maha Heman.
Tutuwuhan breng jaradi, renung dina latar bumi,

sadaya eta rejeki, paparin Ilahi Robbi.
Mekar sakur kekembangan, leubeut sugri bungbuahan,

kukupu gegelebaran, bangbara sareng nyiruan.
Mung ka Alloh nya sumembah, kade ulah salah nyembah,

ulah rek nyembah berhala, sabab eta teh doraka.
15. ULAH HAMHAM (:2/23,24) - rhs, 3 Syawal 1421 H
Lamun masih keneh hamham, kana eusina Al Qur’an,

pek geura nyieun sasurat, geura tiron ayat-ayat.
Lamun masih ragu-ragu, yen Qur’an eta teh wahyu,

pek jieun sasurat bae, masing alus masing hade.
Sesembahan penta tulung, sangkan ngabantuan nulung,

mun berhala enya luhung, hempek gancang penta tulung.
Tangtu andika mo bisa, jeung tangtu moal rek bisa,

pek jaga diri andika, sangkan ulah ka naraka.
Wahyu teh ti Gusti Alloh, lumungsur ka Rosululloh,

sanes damelan manusa, pidawuh Alloh Ta’ala.
16. WARTA PIKABUNGAHEUN (:2/25) - rhs, 3 Syawal 1421 H
Aya warta matak bungah, keur jalma anu sumerah,

nu resep amal ibadah, nu ngomean lampah salah.
Ka jalma nu laku hade, rek lalaki rek awewe,

Alloh moal hare-hare, bakal diganjar nu hade.
Matuhna ge di sawarga, sawarga endah kacida,

langgeng matuhna di dinya, nampi kurnia Mantenna.
Linggih di Janatunna’im, patempatan anu mu’min,

sawargana kanimatan, di dunya taya bandingan.
17. TUDUH JALAN (:2/26,27) - rhs, 3 Syawal 1421 H
Dina Al - Qur’an nu mulya, seueur simbul jeung siloka,

silib sindir jeung sasmita, anu mu’min mah percaya.
Perlambang teh tuduh jalan, nu mu’min percanten pisan,

tapi ceuk jelema kapir, matak sasab silib sindir.
Siloka sareng sasmita, eta pituduh Mantenna,

tuduh jalan ka umat-Na, sangkan teu sasab hirupna.
Pikeun ngahartikeun lambang, urang sing asak jeujeuhan,

maca tapsir tarjamahan, engke aya katerangan.
Saeusina jagata raya, eta ge ayat Mantenna,

upami ditapakuran, seueur rasiah Pangeran.
Ta pi keur jalma nu musrik, silib sindir teu dilirik,

ayat-ayat ti Pangeran, diantep teu dilenyepan.
Dasar jelema nu fasik, hirupna teh estu musrik,

gawe nyieun karuksakan, rugi lain meumeueusan.
18. MULANG KA ALLOH SWT (:2/28) - rhs, 3 Syawal 1421 H
Ari mungguhing manusa, nya tina taneuh asalna,

barang paeh mimitina, lajeng dipaparin nyawa.
Barang paeh nya asalna, bisa hirup ku Kersana,

Pangersa Alloh Ta’ala, kumelendang ngalumbara.
Lajeng ku Kersa Ilahi, nu hirup teh paeh deui,

mulang ka asalna tadi, sakabehna paeh deui.
Ku Kersana Maha Suci, engke dina hiji wanci,

nu paeh teh hudang deui, marulang deui ka Gusti.
19. TADABUR ALAM (:2/29) - rhs, 3 Syawal 1421 H
Sumangga tingali bumi, tafakuran ulah lali,

dunya ngampar lega pisan, eta ciptaan Pangeran.
Sakur sugri nu gumelar, pikeun manusa takajar,

mangpa’atna keur manusa, khalifatullah di dunya.
Nu mawi ulah diruksak, alam ulah digalaksak,

pibelkeleun keur manusa, bekel hirup ngalumbara.
Payungna langit melengkung, tawis kanyaah Nu Agung,

wiati nu tujuh lapis, ti langit hujan miripis.
Ngan manusa sok mokaha, mindeng hilap ka Mantenna,

ka Alloh Nu Maha Heman, sok mindeng tara sukuran.
20. IBLIS ANU DORAKA (:2/30;=30) - rhs, 3 Syawal 1421 H
Kersaning Ilahi Robbi, awalna nyiptakeun jalmi,

sapangersana Ilahi, sadaya tangtos ngajadi.
Malaikat didawuhan, sangkan sumujud ka Adam,

brek sujud taya nu baha, iwal Iblis nu doraka.
Iblis teh sombong adigung, dumeh tina seuneu hurung,

ngarasa unggul kacida, dibandingkeun jeung manusa.
Iblis teh sombong kacida, asa leuwih ti manusa,

padahal sadaya mahluk, ka Alloh mah tangtos taluk.
Padahal anging Ilahi, nu maphum mah anging Gusti,

mahlukna mah moal ngarti, pangna Alloh nyipta jalmi.
Sakur jelema nu sombong, kumaki jeung gede bohong,

eta teh baturna setan, jeung idajli babarengan.
Ku kituna unggal jalma, nu adigung adiguna,

eta teh baladna setan, bakal dila’nat Pangeran.

NADOMAN NURUL HIKMAH, DARAS I

NADOMAN NURUL HIKMAH, DARAS I

Ka Alloh abdi nyalindung, tina panggodana setan.

kalayan asma Nu Agung, Alloh Anu Welas Asih.

-Alloh-

1. ALLOH ANU MAHA UNINGA (:2/1,2) - rhs, 1 Syawal 1421 H
Alloh Nu Maha Uninga, kana sadaya dawuh-Na,

mungguhing urang manusa, wajib kedah percantenna.
Kana Qur’an ulah hamham, ulah waswas ragu-ragu,

upami urang mihamham, tangtos urang buntu laku.
Sadaya umat Pangeran, kedah kenging tuduh jalan,

nu mawi lumungsur Qur’an, pikeun tuduh jalan iman.
Tawisna nu takwa to’at, yakin ayana aherat,

solatna teh tara pegat, ku Alloh tangtos dirahmat.
2. SILIH BAGI REJEKI (:2/2,3,4) - rhs, 1 Syawal 1421 H
Mun urang nampi rejeki, rejeki pabagi-bagi,

sasama ge kabagean, rejeki silih agehan.
Jelema nu iman mu’min, panceg percaya tur yakin,

kitabulloh nu baheula, eta ge dawuh Mantenna.
Jelema nu iman mu’min, yakinna aenal yakin,

yen engke teh hirup deui, bakal deuheus ka Ilahi.
3. PITUDUH TI ALLOH SWT (:2/5) - rhs, 1 Syawal 1421 H
Mungguhing nu iman takwa, kenging pituduh Mantenna,

hirupna kenging panungtun, henteu lesot ti panuyun.
Eta teh bagja utama, rahmat teu kinten ageungna,

mulus salamet hirupna, kenging pituduh Mantenna.
Nu kitu hirup rahayu, kenging pituduh lumaku,

moal sasar katambias, moal hamham moal waswas.
4. ULAH NGABEDUL (:2/6,7) - rhs, 1 Syawal 1421 H
Jelema anu mantangul, hirup nyuruntul ngabedul,

hese dibere pepeling, langlang-lingling lir teu eling.
Mangeran kana napsuna, ngagugulung kahayangna,

aturan kabeh dirumpak, ngaruksak jeung ngagalaksak.
Lajeng ku Alloh ditutup, kalbu dibulen dirungkup,

hatena teh ditulakan, pangreungeuna dicocokan.
Batin jadi kurunyinyi, tebih ti hidayah Gusti,

cilaka estu cilaka, jalma nu kitu lampahna.
5. GANCANG OMEAN (:2/8,9) - rhs, 1 Syawal 1421 H
Seueur pisan kajantenan, ngaku-ngaku panceg iman,

padahal gagaleongan, kaimanan reureundahan.
Sering pisan kaalaman, pura-pura ngaku iman,

ari lampah euwah-euwah, kitu salah kieu salah.
Lamun nyieun kasalahan, pek omean gagancangan,

gancang menta dihampura, ka Alloh Maha Kawasa.
Kitu lampah sasab pisan, tetela nipu sorangan,

tapi tong peunggas harepan, nu salah gancang omean.
6. SIPATNA JELEMA ANU MUNAPEK (:2/10,11) - rhs, 2 Syawal 1421 H
Jalma munapek sipatna, mun leukeun nitenanana,

sok resep nyieun alesan, keur nutupan kasalahan,
Kasalahan diteumbleuhkeun, geugeuleuh dika-baturkeun,

hatena pinuh werejit, kotor jeung pinuh rurujit.
Mun hareupeun ngomong hade, tukangeun mah ngalelewe,

nu kitu tong jadi sobat, sabab mindeng ngahianat.
7. ULAH JALIR JANGJI (:2/12,13) - rhs, 2 Syawal 1421 H
Lamun urang gaduh jangji, kade ulah lanca-linci,

subaya kedah cumponan, sabab eta kahormatan.
Jelema nu jalir jangji, eta teh sami saharti,

reujeung ngaruksak pribadi, henteu ngajenan ka diri.
Nu teu pageuh kana jangji, nu kitu munapek pasti,

hirupna moal jamuga, bakal pinanggih tunggara.
8. NGAJAGA LETAH (:2/14) - rhs, 2 Syawal 1421 H
Kade jaga eta letah, sabab mindeng mawa salah,

seukeutna leuwih ti pedang, raheutna matak gudawang.
Loba nu meunang cilaka, lantaran tina ngomongna,

ngomong teu dipikir heula, tangtu hanjakal ahirna.
Ngomong ngabuih ngabudah, mindingan lampah nu salah,

ngaku-ngaku iman takwa, padahal reka perdaya,
Iman ukur kaheureuyan, kawas bunglon lolondokan,

kitu peta salah pisan, kudu gancang dijauhan.
9. ULAH NGAHEUREUYKEUN AYAT (:2/15,16) - rhs, 2 Syawal 1421 H
Mangkade ulah mokaha, ngaheureuykeun pidawuh-Na,

dipake ocon guguyon, kitu peta estu awon.
Jalma ngaheureuykeun ayat, moal pinarinan rahmat,

jeung moal kenging sapa’at, sabab ngaheureuykeun ayat.
Ayat teh dawuhan Gusti, lenyepan mangka kaharti,

sangkan urang ulah rugi, hirup jadi ngandung harti.
Ayat ulah diheureuykeun, kuduna teh dihartikeun,

sangkan hirup ulah rugi, tur kenging rido Ilahi.
10. PALITA ANU TEU CAHAYAAN (:2/17,18) - rhs, 2 Syawal 1421 H
Kuma pibakaleunana, lamun pareng hiji mangsa,

urang teh nyeungeut palita, tapi teu caang sinarna
Kotret deui cekres deui, ngahurungkeun korek api,

pareum deui pareum deui, poek deui poek deui.
Rajeun palitana hurung, tapi kalah tambah bingung,

sabab cahayana musna, poek mongkleng buta rata.
Kitu minangka misilna, nu munapek ibaratna,

lolong lahir jeung batinna, sasab dunya aheratna.

Senin, 26 Juli 2010

Mendidik Islami Ala Luqman Al-Hakim dan Pendidikan Muhammadiyah

Mendidik Islami Ala Luqman Al-Hakim dan Pendidikan Muhammadiyah

“Dan (Ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi nasehat kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar ….. Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai”. (Luqman: 13-19)

Surat Luqman secara umum, terutama ayat 13-19 difahami sebagai surat yang harus dibaca saat prosesi aqiqah atau kesyukuran atas kelahiran seorang anak, dengan harapan bahwa sang ayah nantinya dapat meneladani tokoh Luqman yang diabadikan wasiatnya dan sang anak juga dapat mengikuti petuah dan nasehat seperti halnya anak Luqman. Tentu pemahaman ini dapat diterima, mengingat secara tekstual ayat-ayat ini memang berbicara secara khusus tentang pesan Luqman dalam konteks mendidik anak sesuai dengan pesan Al-Qur’an. Apalagi pesan Luqman dalam surat ini sebenarnya adalah pesan Allah yang dibahasakan melalui lisan Luqman Al-Hakim sehingga sifatnya mutlak dan mengikat; pesan Luqman dalam bentuk perintah berarti perintah Allah, demikian juga nasehatnya dalam bentuk larangan pada masa yang sama adalah juga larangan Allah yang harus dihindari.

Luqman yang dimaksud dalam ayat-ayat ini menurut Ibnu Katsir adalah Luqman bin Anqa’ bin Sadun. Ia adalah anak dari seorang bapak yang Tsaaran. Pengabadian kisah Luqman memang berbeda dengan pengabdian tokoh lain yang lebih komprehensif. Pengabadian Luqman hanya berkisar seputar nasehat dan petuahnya yang sangat layak dijadikan acuan dalam mendidik anak secara Islami.

Tentu masih banyak lagi cara Islami dalam mendidik anak berdasarkan ayat-ayat atau hadits Rasulullah saw yang lain. Namun paling tidak, pesan Luqman ini bukan sekedar pesan biasa umumnya seorang bapak kepada anaknya, namun merupakan pesan yang penuh dengan sentuhan kasih sayang dan sarat dengan muatan ideologis serta tersusun berdasarkan skala prioritas dari pesan agar mengesakan Allah dan tidak menyekutukannya sampai pada pesan untuk bersikap tawadu’ dan santun yang tercermin dalam cara berjalan dan berbicara. Kedua jenis pesan dan nasehat tersebut ternyata tidak keluar dari dua prinsip utama dalam ajaran Islam yaitu ajaran tentang akidah dan akhlak.

Menurut Sayid Quthb, rangkaian ayat-ayat berbicara tentang Luqman dan nasihatnya yang diawali dengan anugerah hikmah kepada Luqman di ayat 12 merupakan pembahasan kedua dari pembahasan surat Luqman yang masih sangat terkait dengan pembahasan episode pertama, yaitu persoalan akidah. Pesan Luqman sendiri pada intinya adalah pesan akidah yang memiliki beberapa konsekuensi; di antaranya berbakti dan berbuat ma’ruf kepada kedua orang tua sebagai bukti rasa syukur atas kasih sayang dan pengorbanan mereka merupakan tuntutan atas akidah yang benar kepada Allah swt. Senantiasa merasakan kehadiran dan pengawasan Allah dalam setiap langkah dan perbuatan merupakan aktualisasi dari keyakinan akan sifat Allah Yang Mengetahui, Maha Mendengar dan Maha Mengawasi. Serta menjalankan aktifitas amar ma’ruf dan nahi munkar yang disertai dengan sikap sabar dalam menghadapi segala rintangan dan tantangan merupakan bukti akan keluatan iman yang bersemayam di dalam hati sanubari, hingga pada pesan untuk senantiasa bersikap tawadu’ dan tidak sombong, baik dalam bersikap maupun dalam berbicara. Semuanya tidak lepas dari ikatan dan tuntutan akidah yang benar.

Dominasi pembahasan seputar akidah dalam surat ini memang wajar karena surat Luqman termasuk surat Makkiyyah yang notabene memberi fokus pada penanaman dan penguatan akidah secara prioritas..

Terlepas dari pro kontra siapa Luqman sesungguhnya; apakah ia seorang nabi ataukah ia hanya seorang lelaki shalih yang diberi ilmu dan hikmah, yang jelas jumhur ulama lebih cenderung memilih pendapat yang mengatakan bahwa ia hanya seorang hamba yang shalih dan ahli hikmah, bukan seorang nabi seperti yang diperkatakan oleh sebagian ulama. Gelar Al-Hakim di akhir nama Luqman tentu gelar yang tepat untuknya sesuai dengan ucapannya, perbuatan dan sikapnya yang memang menunjukkan sikap yang bijaksana. Allah sendiri telah menganugerahinya hikmah seperti yang ditegaskan dalam ayat sebelumnya:

“Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, yaitu: “Bersyukurlah kepada Allah. dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), Maka Sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji“. (Luqman: 12)

Yang menarik disini bahwa ternyata sosok Luqman bukanlah seorang yang terpandang atau memiliki pengaruh. Ia hanya seorang hamba Habasyah yang berkulit hitam dan tidak punya kedudukan sosial yang tinggi di masyarakat. Namun hikmah yang diterimanya menjadikan ucapannya dalam bentuk pesan dan nasehat layak untuk diikuti oleh seluruh orang tua tanpa terkecuali. Hal ini terungkap dalam riwayat Ibnu Jarir bahwa seseorang yang berkulit hitam pernah mengadu kepada Sa’id bin Musayyib. Maka Sa’id menenangkannya dengan mengatakan: “Janganlah engkau bersedih (berkecil hati) karena warna kulitmu hitam. Sesungguhnya terdapat tiga orang pilihan yang kesemuanya berkulit hitam, yaitu Bilal, Mahja’ maula Umar bin Khattab dan Luqman Al-Hakim”.

Rangkaian pesan dan nasehat Luqman yang tersebut dalam 7 ayat di atas secara redaksional dapat dibagi menjadi dua bentuk, yaitu bentuk larangan yang berjumlah 3 ayat dan redaksi perintah yang berjumlah 3 ayat. Sedangkan yang mengapit antara keduanya adalah pesan untuk senantiasa muraqabtuLlah karena Allah Maha Mengetahui apa yang dilakukan oleh setiap hambaNya tanpa terkecuali meskipun hanya sebesar biji zarrah dan dilakukan di tempat yang sangat mustahil diketahui oleh siapapun melainkan oleh Allah swt. Tiga larangan yang dimaksud adalah larangan mempersekutukan Allah, larangan menta’ati perintah kedua orang tua dalam konteks kemaksiatan, serta larangan bersikap sombong. Sedangkan nasehat dalam bentuk perintah diawali dengan perintah berbuat baik dan berbakti kepada kedua orang tua dalam keadaan apapun mereka yang diringi dengan mensyukuri Allah atas segala anugerah dan limpahan rahmatNya dalam beragam bentuk, perintah untuk mendirikan shalat, memerintah yang ma’ruf dan mencegah yang munkar serta perintah bersikap sederhana dalam berjalan dan bersuara (berbicara).

Dalam menjelaskan secara aplikatif tafsir ayat 15 dari surat Luqman ini, Ibnul Katsir dalam kitab Usudul Ghabah ( 2: 216) menukil riwayat Thabrani yang mengetengahkan kisah seorang anak yang bernama Sa’ad bin Malik yang tetap berbakti menghadapi ibundanya yang menentang keras keislamannya dengan melakukan aksi mogok makan beberapa hari lamanya sehingga terlihat kepenatan menimpa ibundanya. Namun dengan tegas dan tetap menunjukkan baktinya Sa’ad berkata dengan bijak kepada ibundanya: “Wahai ibu, sekiranya engkau memiliki seratus nyawa. Lalu satu persatu nyawa itu keluar dari jasadmu agar aku meninggalkan agama (Islam) ini maka aku tidak akan pernah menuruti keinginanmu. Jika engkau sudi silahkan makan makanan yang telah aku sediakan. Namun jika engkau tidak berkenan, maka tidak masalah.”

Akhirnya ibu Sa’ad pun memakan makanan yang dihidangkannya, karena merasa bahwa upaya yang cukup ekstrim itu tidak akan meluluhkan keteguhan hati anaknya dalam agama Islam. Tentu sikap yang bijak yang ditunjukkan oleh seorang anak terhadap sikap memaksa kedua orang tuanya yang digambarkan dalam ayat ke 15 tidak akan hadir secara instan tanpa didahului oleh pemahaman yang benar akan akidah Islam, terutama akidah kepada Allah.

Kisah di atas jelas merupakan sebuah kisah yang sangat menarik dan berat untuk difahami dalam konteks kekinian. Bagaimana secara sinergis seorang anak tetap mampu menghadirkan sikap bakti kepada orang tua dengan tetap mempertahankan ideologi dan keyakinan yang dianutnya yang berbeda dengan keyakinan kedua orang tuanya. Pada ghalibnya seorang anak akan merasakan kesukaran dan keberatan untuk menimbang antara ketaatan kepada perintah orang tua dan bersikap ihsan serta berbakti kepada keduanya. Menurut Ibnu Katsir berbakti kepada kedua orang tua adalah dalam konteks bersilaturahim, mendoakan dan memberikan bantuan yang semestinya yang harus dibedakan dengan ketaatan yang berujung kepada bermaksiat kepada Allah. Tentang hal ini, Sufyan bin Uyainah pernah berkata :

“Barangsiapa yang menegakkan shalat lima waktu berarti ia telah mensyukuri Allah dan barangsiapa yang senantiasa berdoa untuk kedua orang tuanya setiap selesai shalat, maka berarti ia telah mensyukuri kedua orang tuanya.”

Sungguh sebuah sikap yang matang dan bijak yang tentu berawal dari model pendidikan yang bernuansa ‘akidi dan akhlaqi’ dengan tetap memperhatikan kebutuhan dan tuntutan kekinian yang seimbang dengan landasan prinsip dalam berIslam secara baik dan benar. Anak-anak sekarang sangat mendambakan nasehat orang tua yang memperkuat, bukan memanjakan karena memang mereka hidup untuk zaman yang berbeda dengan zaman kedua orang tuanya seperti yang diisyaratkan oleh Rasulullah dalam haditsnya:

“Pilihlah tempat nuthfahmu untuk dibuahkan. Karena sesungguhnya anak-anakmu dilahirkan untuk zaman mereka yang berbeda dengan zamanmu.”

Demikian nasehat dan pesan Luqman dalam mendidik anaknya yang didahului oleh pendidikan akidah tentang keEsaan Allah dan pengetahuanNya yang absolut yang akan melahirkan sikap mawas diri, hati-hati dan muraqabatuLlah dalam bersikap dan bertindak. Kekuatan dan kemantapan akidah tersebut akan terespon dan termanifestasikan dalam berakhlak dan berperilaku kepada orang lain, terutama sekali terhadap kedua orang tua. Sungguh satu upaya yang serius dari seorang Luqman yang bijak untuk mendekatkan dan memperkenalkan seorang anak sejak dini dengan RabbNya yang berdampak pada kebaikan dan kesejahteraan lahir dan bathin, serta menjadikannya memiliki tingkat imunitas dan pertahanan diri yang kokoh menghadapi beragam godaan kehidupan yang dirasa kian melalaikan dan menjerumuskan. Billahi Fii Sabililhaq Fastabiulkairat.

Saya terlahir dari keluarga Muhammadiyah yang sangat bangga dengan ke-Muhammadiyah-annya. Kebanggaan ini insya Allah bukan ashabiyah belaka, karena banyak diantara anggota keluarga saya yang benar-benar terlibat aktif dalam pergerakan Muhammadiyah yang sangat bernilai positif.



Dulu, yang paling dibanggakan Muhammadiyah adalah sikapnya yang steril terhadap khurafat, dan terutama sekali : taqlid buta. Mereka yang rajin mencermati artikel-artikel karya Buya Hamka, akan jelas sekali bahwa misi utama Muhammadiyah adalah mengembalikan umat Islam pada ajaran yang benar dan jauh dari khurafat, sedangkan tradisi-tradisi yang penuh khurafat itu sendiri ditegakkan oleh dinding perkasa yang bernama ‘taqlid buta’. Karena umat bersikap taqlid buta, maka hilanglah semangat untuk mempelajari agama secara sungguh-sungguh, dan akhirnya menerima saja tradisi nenek moyang yang diajarkan dari generasi ke generasi. Oleh karena itu, mudah dipahami mengapa taqlid buta selalu menjadi musuh besarnya Muhammadiyah.



Buya Hamka barangkali adalah sosok ideal yang selalu dijadikan teladan oleh warga Muhammadiyah. Beliau adalah pembelajar sejati, punya semangat otodidak yang sangat tinggi, tapi juga tidak kebablasan dalam mencari kebenaran, sehingga tidak terperosok ke dalam sikap sombong seperti kalangan JIL. Meskipun pendiri Muhammadiyah adalah Ahmad Dahlan, namun sosok Buya Hamka lebih banyak dikenali orang, mulai dari jalan hidupnya sampai pada detil pemikirannya. Sebagaimana ideologi Muhammadiyah, Buya Hamka pun sangat concern pada isu seputar taqlid buta.



Ketika melihat film Laskar Pelangi, Mama saya – yang tak pernah punya jabatan struktural dalam level apa pun di Muhammadiyah – mengekspresikan kebanggaannya sebagai anggota keluarga besar Muhammadiyah. Menurutnya, (apa yang diperlihatkan dalam film Laskar Pelangi) itulah Muhammadiyah yang sebenarnya ; sebuah organisasi Islam yang paling peduli dan membaktikan dirinya dalam mendidik umat. Ketika umat Islam Indonesia tenggelam dalam kebodohan, Muhammadiyah berada di ujung tombak perjuangan dengan mendirikan sekolah di seluruh penjuru negeri. Ketika semua orang enggan mengurus rakyat miskin yang tak mampu bayar SPP, Muhammadiyah-lah yang mau mendidik umat meski dengan bayaran minim, atau tanpa bayaran sekalipun. Kesadaran untuk mendidik umat (dan membebaskannya dari taqlid buta) menghujam keras dalam benak semua kader Muhammadiyah.



Tapi di belakang kebanggaan tersebut, masih ada lanjutannya. Menurut Mama, Muhammadiyah itu “...nggak berpolitik terus seperti sekarang ini!”



Sebenarnya warga Muhammadiyah (seperti Mama saya) tidak alergi betul dengan politik. Buya Hamka pun berpolitik, sebelum Masyumi dikebiri oleh Soekarno dan dilarang bangkit lagi oleh Soeharto. Pada umumnya mereka juga bersikap toleran dan tidak terlalu mempermasalahkan adanya berbagai partai Islam, asalkan semuanya benar-benar menjaga baik nama Islam. Selebihnya tinggal fastabiqul khairaat. Namun ada juga bentuk kegiatan berpolitik yang tidak sehat dan jelas-jelas melanggar ideologi Muhammadiyah, dan inilah yang membuat sebagian orang kehilangan kebanggaannya terhadap Muhammadiyah, sehingga yang tersisa hanya kisah indah di masa lalu.

Sebagai contoh, kedekatan Syafii Maarif dengan PDIP (atau lebih tepatnya dengan Baitul Muslimin) jelas-jelas sebuah bentuk pengkhianatan, apalagi jika dibungkus dengan misi pluralisme. Andaikan Syafii Maarif berteman mesra dengan partai Islam (PBB, PKS, PPP, dan sebagainya), maka tidak akan ada masalah. Namun jika yang didekatinya adalah partai sekuler, penentang RUU Pornografi, dan punya indikasi kuat ber-taqlid buta terhadap Megawati Soekarnoputri, maka itu jelas-jelas masalah. Lebih parah lagi karena Baitul Muslimin mengadakan perayaan 100 tahun Buya Hamka dengan memfitnah tokoh besar Muhammadiyah itu sebagai tokoh pluralisme yang menyamakan semua agama. Belakangan, Syafii Maarif (mantan Ketua PP Muhammadiyah) dan Din Syamsudin (Ketua PP Muhammadiyah kini) masih tetap mesra dengan Baitul Muslimin. Ketika Buya Hamka disakiti, tentu warga Muhammadiyah juga merasa disakiti.



Ketika terjadi ‘gonjang-ganjing’ antara Muhammadiyah dan PKS, tidak sedikit warga Muhammadiyah yang justru kecewa dengan para pemimpinnya. Pada awalnya yang terdengar adalah kekecewaan Muhammadiyah karena anggota mudanya banyak yang lebih rajin beraktifitas di PKS daripada di ormas induknya. Jika harus ada himbauan pada para kader muda agar kembali berkiprah di Muhammadiyah, maka itu wajar-wajar saja. Tapi isu yang berkembang kemudian justru seputar masalah ‘rebutan masjid’, ‘gerakan transnasional’, bahkan diwarnai pula oleh parpol lain yang merasa dirinya ‘lebih Muhammadiyah’ dan lebih pantas dijadikan tempat aspirasi warga Muhammadiyah. Isu-isu yang sangat beraroma taqlid buta ini justru menjatuhkan harga diri Muhammadiyah ke lubang yang sangat dalam.

Belakangan, para pimpinan Muhammadiyah justru meributkan masalah munculnya imej Ahmad Dahlan dalam iklan politik PKS. Sebagai ormas anti-taqlid, semestinya Muhammadiyah merasa gembira dan mengapresiasi jika ada pihak lain yang menjadikan Ahmad Dahlan sebagai teladannya. Toh, karena steril dari taqlid, (semestinya) Muhammadiyah pun tidak memiliki beban untuk mengambil pelajaran dari tokoh harakah mana pun, selama yang diambil adalah yang baik-baik. Kalau merasa gengsi mengambil pelajaran dari tokoh harakah lain, berarti sudah terjangkit virus ashabiyah, dan biasanya sepaket dengan taqlid buta terhadap tokoh harakah-nya sendiri. Karena itu, kegusaran Muhammadiyah terhadap penggunaan imej Ahmad Dahlan terasa sangat janggal. Sangat kontras dengan sikap diamnya Muhammadiyah menyaksikan Buya Hamka difitnah habis oleh kaum pluralis di depan muka Syafii Maarif dan Din Syamsudin.

Watak Muhammadiyah yang sebenarnya adalah anti-khurafat, anti-taqlid buta, dan peduli pendidikan. Kalau harus mengembangkan ashabiyah, maka ujung-ujungnya adalah menciptakan khurafat dalam organisasi sendiri. Setelah itu, timbullah taqlid, dan umat pun semakin mudah diprovokasi untuk debat kusir. Misi mendidik umat kalah populer dengan serunya berpolitik ala kaum sekuler (baca : politik kotor). Ahmad Dahlan dan Buya Hamka dielu-elukan tanpa pernah ditengok lagi buah-buah pemikirannya. Sebagian warga Muhammadiyah yang masih menjunjung tinggi ideologi Muhammadiyah hanya bisa bersedih menunggu dan berdoa ; semoga Muhammadiyah bisa kembali menjadi Muhammadiyah.
drs.iwan geografi.drs.iwan geografi.drs.iwan geografi.drs.iwan geografi.drs.iwan geografi.drs.iwan geografi.drs.iwan geografi.drs.iwan geografi.drs.iwan geografi.drs.iwan geografi.drs.iwan geografi.drs.iwan geografi.drs.iwan geografi.drs.iwan geografi.drs.iwan geografi.drs.iwan geografi.drs.iwan geografi.drs.iwan geografi.drs.iwan geografi.drs.iwan geografi.drs.iwan geografi.drs.iwan geografi.drs.iwan geografi.drs.iwan geografi.drs.iwan geografi.

Sang Pendiri Muhammadiyah : K.H. Ahmad Dahlan

Sang Pendiri Muhammadiyah : K.H. Ahmad Dahlan

Muhammad Darwisy (Nama Kecil Kyai Haji Ahmad Dahlan) dilahirkan dari kedua orang tuanya, yaitu KH. Abu Bakar (seorang ulama dan Khatib terkemuka di Mesjid Besar Kesultanan Yogyakarta) dan Nyai Abu Bakar (puteri dari H. Ibrahim yang menjabat sebagai penghulu kesultanan juga). Ia merupakan anak ke-empat dari tujuh orang bersaudara yang keseluruhanya saudaranya perempuan, kecuali adik bungsunya. Dalam silsilah ia termasuk keturunan yang kedua belas dari Maulana Malik Ibrahim, seorang wali besar dan seorang yang terkemuka diantara Wali Songo, yang merupakan pelopor pertama dari penyebaran dan pengembangan Islam di Tanah Jawa (Kutojo dan Safwan, 1991). Adapun silsilahnya ialah Muhammad Darwisy (Ahmad Dahlan) bin KH. Abu Bakar bin KH. Muhammad Sulaiman bin Kiyai Murtadla bin Kiyai Ilyas bin Demang Djurung Djuru Kapindo bin Demang Djurung Djuru Sapisan bin Maulana Sulaiman Ki Ageng Gribig (Djatinom) bin Maulana Muhammad Fadlul'llah (Prapen) bin Maulana 'Ainul Yaqin bin Maulana Ishaq bin Maulana Malik Ibrahim (Yunus Salam, 1968: 6).

Muhammad Darwisy dididik dalam lingkungan pesantren sejak kecil yang mengajarinya pengetahuan agama dan bahasa Arab. Ia menunaikan ibadah haji ketika berusia 15 tahun (1883), lalu dilanjutkan dengan menuntut ilmu agama dan bahasa arab di Makkah selama lima tahun. Di sinilah ia berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran pembaharu dalam dunia Islam, seperti Muhammad Abduh, al-Afghani, Rasyid Ridha, dan ibn Taimiyah. Buah pemikiran tokoh-tokoh Islam ini mempunyai pengaruh yang besar pada Darwisy. Jiwa dan pemikirannya penuh disemangati oleh aliran pembaharuan ini yang kelak kemudian hari menampilkan corak keagamaan yang sama, yaitu melalui Muhammadiyah, yang bertujuan untuk memperbaharui pemahaman keagamaan (ke-Islaman) di sebagian besar dunia Islam saat itu yang masih bersifat ortodoks (kolot). Ortodoksi ini dipandang menimbulkan kebekuan ajaran Islam, serta stagnasi dan dekadensi (keterbelakangan) ummat Islam. Oleh karena itu, pemahaman keagamaan yang statis ini harus dirubah dan diperbaharui, dengan gerakan purifikasi atau pemurnian ajaran Islam dengan kembali kepada al-Qur'an dan al-Hadits.

Pada usia 20 tahun (1888), ia kembali ke kampungnya, dan berganti nama Ahmad Dahlan. Sepulangnya dari Makkah ini, iapun diangkat menjadi khatib amin di lingkungan Kesultanan Yogyakarta. Pada tahun 1902-1904, ia menunaikan ibadah haji untuk kedua kalinya yang dilanjutkan dengan memperdalam ilmu agama kepada beberapa guru di Makkah.

Sepulang dari Makkah, ia menikah dengan Siti Walidah, sepupunya sendiri, anak Kyai Penghulu Haji Fadhil, yang kelak dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan, seorang Pahlawanan Nasional dan pendiri Aisyiyah. Dari perkawinannya dengan Siti Walidah, KH. Ahmad Dahlan mendapat enam orang anak yaitu Djohanah, Siradj Dahlan, Siti Busyro, Irfan Dahlan, Siti Aisyah, Siti Zaharah (Kutojo dan Safwan, 1991). Di samping itu, KH. Ahmad Dahlan pernah pula menikahi Nyai Abdullah, janda H. Abdullah. Ia juga pernah menikahi Nyai Rum, adik Kyai Munawwir Krapyak. KH. Ahmad Dahlan juga mempunyai putera dari perkawinannya dengan Ibu Nyai Aisyah (adik Adjengan Penghulu) Cianjur yang bernama Dandanah. Beliau pernah pula menikah dengan Nyai Yasin Pakualaman Yogyakarta (Yunus Salam, 1968: 9).

Sebagai seorang yang sangat hati-hati dalam kehidupan sehari-harinya, ada sebuah nasehat yang ditulisnya dalam bahasa Arab untuk dirinya sendiri, yaitu :

"Wahai Dahlan, sungguh di depanmu ada bahaya besar dan peristiwa-peristiwa yang akan mengejutkan engkau, yang pasti harus engkau lewati. Mungkin engkau mampu melewatinya dengan selamat, tetapi mungkin juga engkau akan binasa karenanya. Wahai Dahlan, coba engkau bayangkan seolah-olah engkau berada seorang diri bersama Allah, sedangkan engkau menghadapi kematian, pengadilan, hisab, surga, dan neraka. Dan dari sekalian yang engkau hadapi itu, renungkanlah yang terdekat kepadamu, dan tinggalkanlah lainnya (diterjemahkan oleh Djarnawi Hadikusumo).

Dari pesan itu tersirat sebuah semangat yang besar tentang kehidupan akhirat. Dan untuk mencapai kehidupan akhirat yang baik, maka Dahlan berpikir bahwa setiap orang harus mencari bekal untuk kehidupan akhirat itu dengan memperbanyak ibadah, amal saleh, menyiarkan dan membela agama Allah, serta memimpin ummat ke jalan yang benar dan membimbing mereka pada amal dan perjuangan menegakkan kalimah Allah. Dengan demikian, untuk mencari bekal mencapai kehidupan akhirat yang baik harus mempunyai kesadaran kolektif, artinya bahwa upaya-upaya tersebut harus diserukan (dakwah) kepada seluruh ummat manusia melalui upaya-upaya yang sistematis dan kolektif.

Kesadaran seperti itulah yang menyebabkan Dahlan sangat merasakan kemunduran ummat islam di tanah air. Hal ini merisaukan hatinya. Ia merasa bertanggung jawab untuk membangunkan, menggerakkan dan memajukan mereka. Dahlan sadar bahwa kewajiban itu tidak mungkin dilaksanakan seorang diri, tetapi harus dilaksanakan oleh beberapa orang yang diatur secara seksama. Kerjasama antara beberapa orang itu tidak mungkin tanpa organisasi.

Untuk membangun upaya dakwah (seruan kepada ummat manusia) tersebut, maka Dahlan gigih membina angkatan muda untuk turut bersama-sama melaksanakan upaya dakwah tersebut, dan juga untuk meneruskan dan melangsungkan cita-citanya membangun dan memajukan bangsa ini dengan membangkitkan kesadaran akan ketertindasan dan ketertinggalan ummat Islam di Indonesia. Strategi yang dipilihnya untuk mempercepat dan memperluas gagasannya tentang gerakan dakwah Muhammadiyah ialah dengan mendidik para calon pamongpraja (calon pejabat) yang belajar di OSVIA Magelang dan para calon guru yang belajar di Kweekschool Jetis Yogyakarta, karena ia sendiri diizinkan oleh pemerintah kolonial untuk mengajarkan agama Islam di kedua sekolah tersebut. Dengan mendidik para calon pamongpraja tersebut diharapkan akan dengan segera memperluas gagasannya tersebut, karena mereka akan menjadi orang yang mempunyai pengaruh luas di tengah masyarakat. Demikian juga dengan mendidik para calon guru yang diharapkan akan segera mempercepat proses transformasi ide tentang gerakan dakwah Muhammadiyah, karena mereka akan mempunyai murid yang banyak. Oleh karena itu, Dahlan juga mendirikan sekolah guru yang kemudian dikenal dengan Madrasah Mu'allimin (Kweekschool Muhammadiyah) dan Madrasah Mu'allimat (Kweekschool Istri Muhammadiyah). Dahlan mengajarkan agama Islam dan tidak lupa menyebarkan cita-cita pembaharuannya.

Di samping aktif dalam menggulirkan gagasannya tentang gerakan dakwah Muhammadiyah, ia juga tidak lupa akan tugasnya sebagai pribadi yang mempunyai tanggung jawab pada keluarganya. Ia dikenal sebagai salah seorang keturunan bangsawan yang menduduki jabatan sebagai Khatib Masjid Besar Yogyakarta yang mempunyai penghasilan yang cukup tinggi. Di samping itu, ia juga dikenal sebagai seorang wirausahawan yang cukup berhasil dengan berdagang batik yang saat itu merupakan profesi entrepreneurship yang cukup menggejala di masyarakat.

Sebagai seorang yang aktif dalam kegiatan bermasyarakat dan mempunyai gagasan-gagasan cemerlang, Dahlan juga dengan mudah diterima dan dihormati di tengah kalangan masyarakat, sehingga ia juga dengan cepat mendapatkan tempat di organisasi Jam'iyatul Khair, Budi Utomo, Syarikat Islam, dan Comite Pembela Kanjeng Nabi Muhammad saw.

Pada tahun 1912, Ahmad Dahlan pun mendirikan organisasi Muhammadiyah untuk melaksanakan cita-cita pembaharuan Islam di bumi nusantara. Ahmad Dahlan ingin mengadakan suatu pembaharuan dalam cara berpikir dan beramal menurut tuntunan agama Islam. Ia ingin mengajak ummat Islam Indonesia untuk kembali hidup menurut tuntunan al-Qur'an dan al-Hadits.

Pada tahun 1912, Ahmad Dahlan pun mendirikan organisasi Muhammadiyah untuk melaksanakan cita-cita pembaharuan Islam di bumi nusantara. Ahmad Dahlan ingin mengadakan suatu pembaharuan dalam cara berpikir dan beramal menurut tuntunan agama Islam. Ia ingin mengajak ummat Islam Indonesia untuk kembali hidup menurut tuntunan al-Qur'an dan al-Hadits. Perkumpulan ini berdiri bertepatan pada tanggal 18 Nopember 1912. Dan sejak awal Dahlan telah menetapkan bahwa Muhammadiyah bukan organisasi politik tetapi bersifat sosial dan bergerak di bidang pendidikan.

Gagasan pendirian Muhammadiyah oleh Ahmad Dahlan ini juga mendapatkan resistensi, baik dari keluarga maupun dari masyarakat sekitarnya. Berbagai fitnahan, tuduhan dan hasutan datang bertubi-tubi kepadanya. Ia dituduh hendak mendirikan agama baru yang menyalahi agama Islam. Ada yang menuduhnya kiai palsu, karena sudah meniru-niru bangsa Belanda yang Kristen dan macam-macam tuduhan lain. Bahkan ada pula orang yang hendak membunuhnya. Namun rintangan-rintangan tersebut dihadapinya dengan sabar. Keteguhan hatinya untuk melanjutkan cita-cita dan perjuangan pembaharuan Islam di tanah air bisa mengatasi semua rintangan tersebut.

Pada tanggal 20 Desember 1912, Ahmad Dahlan mengajukan permohonan kepada Pemerintah Hindia Belanda untuk mendapatkan badan hukum. Permohonan itu baru dikabulkan pada tahun 1914, dengan Surat Ketetapan Pemerintah No. 81 tanggal 22 Agustus 1914. Izin itu hanya berlaku untuk daerah Yogyakarta dan organisasi ini hanya boleh bergerak di daerah Yogyakarta. Dari Pemerintah Hindia Belanda timbul kekhawatiran akan perkembangan organisasi ini. Itulah sebabnya kegiatannya dibatasi. Walaupun Muhammadiyah dibatasi, tetapi di daerah lain seperti Srandakan, Wonosari, dan Imogiri dan lain-lain tempat telah berdiri cabang Muhammadiyah. Hal ini jelas bertentangan dengan dengan keinginan pemerintah Hindia Belanda. Untuk mengatasinya, maka KH. Ahmad Dahlan mensiasatinya dengan menganjurkan agar cabang Muhammadiyah di luar Yogyakarta memakai nama lain. Misalnya Nurul Islam di Pekalongan, Ujung Pandang dengan nama Al-Munir, di Garut dengan nama Ahmadiyah. Sedangkan di Solo berdiri perkumpulan Sidiq Amanah Tabligh Fathonah (SATF) yang mendapat pimpinan dari cabang Muhammadiyah. Bahkan dalam kota Yogyakarta sendiri ia menganjurkan adanya jama'ah dan perkumpulan untuk mengadakan pengajian dan menjalankan kepentingan Islam. Perkumpulan-perkumpulan dan Jama'ah-jama'ah ini mendapat bimbingan dari Muhammadiyah, yang di antaranya ialah Ikhwanul Muslimin, Taqwimuddin, Cahaya Muda, Hambudi-Suci, Khayatul Qulub, Priya Utama, Dewan Islam, Thaharatul Qulub, Thaharatul-Aba, Ta'awanu alal birri, Ta'ruf bima kan,u wal-Fajri, Wal-Ashri, Jamiyatul Muslimin, Syahratul Mubtadi (Kutojo dan Safwan, 1991: 33).

Gagasan pembaharuan Muhammadiyah disebarluaskan oleh Ahmad Dahlan dengan mengadakan tabligh ke berbagai kota, di samping juga melalui relasi-relasi dagang yang dimilikinya. Gagasan ini ternyata mendapatkan sambutan yang besar dari masyarakat di berbagai kota di Indonesia. Ulama-ulama dari berbagai daerah lain berdatangan kepadanya untuk menyatakan dukungan terhadap Muhammadiyah. Muhammadiyah makin lama makin berkembang hampir di seluruh Indonesia. Oleh karena itu, pada tanggal 7 Mei 1921 Dahlan mengajukan permohonan kepada pemerintah Hindia Belanda untuk mendirikan cabang-cabang Muhammadiyah di seluruh Indonesia. Permohonan ini dikabulkan oleh pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 2 September 1921.

Dalam bulan Oktober 1922, Ahmad Dahlan memimpin delegasi Muhammadiyah dalam kongres Al-Islam di Cirebon. Kongres ini diselenggarakan oleh Sarikat Islam (SI) guna mencari aksi baru untuk konsolidasi persatuan ummat Islam. Dalam kongres tersebut, Muhammadiyah dan Al-Irsyad (perkumpulan golongan Arab yang berhaluan maju di bawah pimpinan Syeikh Ahmad Syurkati) terlibat perdebatan yang tajam dengan kaum Islam ortodoks dari Surabaya dan Kudus. Muhammadiyah dipersalahkan menyerang aliran yang telah mapan (tradisionalis-konservatif) dan dianggap membangun mazhab baru di luar mazhab empat yang telah ada dan mapan. Muhammadiyah juga dituduh hendak mengadakan tafsir Qur'an baru, yang menurut kaum ortodoks-tradisional merupakan perbuatan terlarang. Menanggapi serangan tersebut, Ahmad Dahlan menjawabnya dengan perkataan, "Muhammadiyah berusaha bercita-cita mengangkat agama Islam dari keadaan terbekelakang. Banyak penganut Islam yang menjunjung tinggi tafsir para ulama dari pada Qur'an dan Hadits. Umat Islam harus kembali kepada Qur'an dan Hadits. Harus mempelajari langsung dari sumbernya, dan tidak hanya melalui kitab-kitab tafsir".

Sebagai seorang yang demokratis dalam melaksanakan aktivitas gerakan dakwah Muhammadiyah, Dahlan juga memfasilitasi para anggota Muhammadiyah untuk proses evaluasi kerja dan pemilihan pemimpin dalam Muhammadiyah. Selama hidupnya dalam aktivitas gerakan dakwah Muhammadiyah, telah diselenggarakan duabelas kali pertemuan anggota (sekali dalam setahun), yang saat itu dipakai istilah Algemeene Vergadering (persidangan umum).

Atas jasa-jasa KH. Ahmad Dahlan dalam membangkitkan kesadaran bangsa ini melalui pembaharuan Islam dan pendidikan, maka Pemerintah Republik Indonesia menetapkannya sebagai Pahlawan Nasional dengan surat Keputusan Presiden no. 657 tahun 1961.

Atas jasa-jasa KH. Ahmad Dahlan dalam membangkitkan kesadaran bangsa ini melalui pembaharuan Islam dan pendidikan, maka Pemerintah Republik Indonesia menetapkannya sebagai Pahlawan Nasional dengan surat Keputusan Presiden no. 657 tahun 1961. (aa/muhammadiyahonline)